Kamis, 06 Oktober 2016



Hadiah Terindah

Masa lalu adalah sebuah kenangan yang akan tetap ada, tanpa bisa dipungkiri bahwa dia pernah ada dan terjadi. Tetapi, masa lalu harus dijadikan sebuah pengalaman agar masa kini dan masa depan nanti bisa lebih baik. Paling tidak kejadian buruk dimasa lalu, jangan sampai terjadi dimasa yang akan datang. Tapi, kadang-kadang kita tak bisa menghilangkan sebuah kenangan, meski sampai mati. Kenangan bisa membuat orang memiliki kekuatan untuk tetap hidup ^jejak hujan, Hary B Kori’un^
Masa lalu. Apakah salah jika dia ingin melestarikannya dan sebagai bagian dari kehidupan? Baiklah, jawabannya adalah tidak! Ditempat kelahiranku itulah, aku bisa merasa bebas dan bisa menjadi diriku seutuhnya, tanpa memedulikan ucapan orang.
***
            Inikah suasana tempat Serui? Sepasang mata seorang bayi berputar melihat sekeliling. Terasa asing. Tampak beberapa orang tersenyum bahagia menatapnya, tanpa mengerti apa yang sedang terjadi. Begitu polos.
***
            Delapan tahun telah berlalu begitu cepat. Hanya demi menikmati kesenangan, beberapa anak tengah berlarian dengan gembira ditengah-tengah panasnya matahari, termasuk Sakura Hana. Ide-ide di kepala akan bermain apa lagi masih tetap berlanjut di sore harinya. Setelah setahun meninggalkan Serui, Hana menempati rumah dinas di daerah Padang Bulan, Jayapura sekaligus mengikuti pekerjaan Ayahnya yang dipindahtugaskan di kota tersebut.
Cukup berjalan kaki saja selama setengah jam, sudah tiba di kantor Poltekes, tempat Ayahnya bertugas. Lain hal untuk menuju ke sekolah. Jika tidak naik motor, harus rela menunggu taksi datang mendekat di persimpangan jalan. Tapi, Hana selalu betah berjalan kaki sepulang sekolah jika tidak ada tukang ojek yang dia percaya untuk mengantarnya ke rumah. Begitu santai dan menyenangkan naik turun gunung, melemaskan otot agar tidak tegang. Apalagi disuguhi pemandangan indah yang dapat dilihat dari atas.
Bila tiba musim penghujan, tak dapat dielakkan lagi kantor Poltekes hingga persimpangan jalan selalu banjir, yang memaksa kita semua harus berlayar bersama perahu yang selalu stand by di sana.
“Pokoknya aku tidak mau! Ayah harus mengantarku sampai sekolah!” pekik Hana histeris begitu tahu Ayahnya tidak bisa mengantarnya sampai sekolah.
“Maaf Hana, lain kali saja, ya?” balas Ayahnya menyesal, lantas pandangannya beralih ke beberapa anak yang tengah menyimak pembicaraan mereka. “Lagipula, kamu bisa berangkat sekolah bersama teman-temanmu, kan?”
“Ayo Hana, sebelum terlambat,” ujar Ayumi mengingatkan.
“Kita akan menjagamu kok. Kalau perlu, aku akan memasang perisai di sekujur tubuhmu agar tidak ada orang yang menyakitimu.” Sasuke melanjutkan dengan nada tenang, yang membuat Hana terdiam dan mengiyakan. Setiap kali Sasuke berhasil membujuknya, wajah gadis tersebut langsung menjadi cerah. Ada pesona inner beauty dan seolah-olah ada sihir yang begitu memikat hatinya. “Jadi, bagaimana?” Sebelah tangannya terulur.
Hana menyambut ajakan Sasuke lantas menoleh sekilas ke arah Ayahnya seraya berujar, “baiklah. Kali ini, Ayah menang.”
Beramai-ramai, kami naik perahu mesin. Namun, sebelum naik, Hana sempat menangkap kalimat yang diucapkan Sasuke sambil berbisik, “setelah bel berbunyi, jangan pulang dulu, ya? Ada yang ingin kuberikan padamu. Aku tunggu di swalayan depan sekolah, sendirian.”
Seketika, mataku membelalak. Bahkan, sebelum Hana mengatakan sesuatu, Sasuke sudah naik ke perahu dengan kembali tangannya terulur, yang membuat Hana antusias menyambutnya.
***
“Pelan-pelan saja….” Dengan mata tertutup, Hana mencoba mengikuti langkah kecil Sasuke di depan.
“Memangnya, apa yang ingin kamu berikan kepadaku?”
“Sebentar. Aku pasangkan saja, ya?” Lantas, Sasuke menghampiri punggung Hana dan memakaikan kalung dengan inisial tahun 21 di lehernya.
“Kamu boleh buka matamu, dan lihatlah apa yang kuberikan untukmu.” Sasuke melanjutkan sambil tersenyum.
“Kalung? Atas dasar apa nih kamu memberikanku kalung?” Hana berhenti sebentar sambil memegang benda berkilauan di lehernya, lantas melanjutkan, “hei, hari ulang tahunku bukan sekarang.”
“Aku tahu itu. Hanya saja, aku ingin memberi sesuatu untukmu. Dan, kurasa kalung itu cocok untukmu. Kebetulan, penjualnya salah seorang temanku. Dan, ia menawarkan benda itu. Aku ingin kamu selalu melihatku. Juga sebagai pengingat kalau ada tidaknya aku disisimu. Aku merasa pertemuan kita sudah ditakdirkan Allah dan Dia ingin kita bersatu.” Sadar kalau Sasuke terlalu banyak bicara, ia berhenti dan berujar, “begitulah….”
‘Ditakdirkan? Bersatu? Apa maksudnya?’ Namun, Hana hanya bisa menyimpan rasa penasarannya saja. Jika ia ungkapkan, pasti Sasuke bisa betah menjelaskan satu halaman  kertas folio.
Sejak saat itu, Sasuke selalu hadir di hati Sakura. Segalanya terasa indah dan nyaman. Yah, setidaknya kehidupannya menjadi berwarna sejak saat itu dan ketulusan terpancar di sepasang mata teman-temannya, yang selalu mengelilinginya.


Dunia lumba-lumba

"Tolong selamatkan aku," teriakku lantang, sambil kedua tanganku mengepak-ngepak di air.
Tiba-tiba kedua mataku menangkap sosok seekor lumba-lumba menghampiri, dan membawaku ke sebuah dunia penuh warna.
Ribuan hewan tersebut tengah beratraksi memainkan pertunjukan yang sering dilakukan manusia, seperti membaca, olahraga renang dan lain sebagainya. Istimewanya, aku diterima dengan sangat istimewa. Entah bagaimana, mereka menawarkan diri mendandani wajahku, seperti layaknya pesta.
Mentari telah tenggelam. Aku tiba di rumah dengan diantar Tico, salah satu dari ribuan hewan lumba-lumba yang tadi menolongku. Tubuhku diangkatnya ke punggung, berputar-putar mengelilingi ombak, setelah sebelumnya diantar pulang.
"Terima kasih, Tico, atas hiburannya tadi," aku pun mencium puncak kepalanya, setelah berbalik pergi, diiringi balasan jawaban khas lumba-lumba, atas pujianku tadi.


Negeri Cokelat

Maruyama       
"Ibu, lihat," teriak seorang anak, tengah menunjuk ke sebuah wahana cokelat di sebuah waterpark. "Bolehkah aku ke sana?" Lirikan sepasang mata Ayumi dibalas anggukan oleh perempuan paruh baya di sampingnya.
Si gadis mulai menaiki jet coster dengan tawa riangnya. Namun, luapan kegembiraan itu tak berlangsung lama karena penyihir datang.
"Ha ha ha... Aku akan menghapus kebaikan di sini dengan membuat kalian menjadi patung."
Ayumi lantas turun, menghampiri seorang resepsionis yang kebetulan baru datang.
"Maaf mbak, apakah di sini ada kue cokelat yang bertema ulang tahun?"
"Ada, dek. Memangnya kenapa, ya? tanya si resepsionis.
"Bisa mbak lihat. Di sekeliling kita, semua orang menjadi patung, (kecuali Ayumi karena ia mengenakan kalung ajaib yang diwariskan kakeknya). Aku ingin membebaskan mereka. Dan, caranya adalah lilinnya harus kutiup agar angkara murka ini lenyap."