Kamis, 21 Juni 2012


di Taman Ueno

Taman Ueno (上野公園, Ueno kōen?) adalah taman umum yang berada di kawasan Ueno, distrik Taito-ku, Tokyo, Jepang. Nama resminya adalah Taman Ueno Pemberian Kaisar (上野恩賜公園, Ueno onshi kōen?). Taman seluas sekitar 530 ribu meter persegi ini dikelola Dinas Pekerjaan Umum Tokyo.

Di sebelah selatan taman terdapat kolam luas bernama Kolam Shinobazu. Di musim panas, sebagian permukaan kolam dipenuhi dengan indahnya daun-daun hijau dan merah muda bunga tanaman seroja. Di musim dingin, burung-burung migran menggunakan Kolam Shinobazu sebagai tempat tinggal sementara hingga datangnya musim semi. Di musim semi, Taman Ueno populer sebagai tempat melihat bunga sakura. Ketika bunga sakura sedang mekar-mekarnya, taman ini ramai dengan orang yang datang berkelompok-kelompok untuk melakukan hanami.

Sejarah
Musim semi di Kuil Benzaiten

Taman Ueno bermula dari sebuah kuil bernama Kan'ei-ji yang dibangun pada zaman Edo oleh shogun ke-3 Tokugawa Iemitsu. Kuil tersebut dibangun untuk menyegel kekuatan jahat dari timur laut yang dipercaya sebagai mata angin sial. Semasa Perang Bōshin, bangunan kuil Kan'ei-ji habis terbakar setelah dipakai sebagai benteng pertahanan kelompok prajurit pendukung keshogunan yang disebut Shōgitai.

Pada tahun 1870, dokter Belanda bernama Anthonius Bauduin datang untuk memeriksa lokasi bekas Kan'ei-ji. Menurut rencana, di lokasi ini akan didirikan sekolah kedokteran dan rumah sakit. Ia juga menyarankan kepada pemerintah untuk mempertahankan kawasan Ueno sebagai sebuah taman.

Pada tahun 1837, lokasi untuk Taman Ueno ditetapkan berdasarkan perintah Dajōkan (menteri dalam negeri). Taman Ueno selesai dibangun dan dibuka untuk umum pada tahun 1876. Pembangunan Kebun Binatang Ueno dan Museum Nasional Tokyo dimulai tahun 1882. Pada tahun 1890, tanah kawasan taman menjadi hak milik dan berada di bawah yurisdiksi Bagian Rumah Tangga Kekaisaran.

Pada tahun 1924, Bagian Rumah Tangga Kekaisaran menghibahkan taman kepada pemerintah kota Tokyo, sehingga taman secara resmi diberi nama Taman Ueno Pemberian Kaisar (Ueno onshi kōen). Di Jalur Utama Keisei dibangun stasiun kereta api baru antara Stasiun Nippori dan Stasiun Keisei Ueno. Stasiun selesai tahun 1933 dan diberi nama Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen. Pada tahun 1997, Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen berhenti beroperasi sebelum dihapus pada tahun 2004.

Pada tahun 1973, patung Anthonius Bauduin didirikan untuk memperingati 100 tahun berdirinya Taman Ueno. Namun wajah patung keliru dibuat dari potret wajah adik Anthonius Bauduin. Patung dengan wajah yang benar selesai dibangun kembali pada tahun 2006.
·  Menara Tokyo
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Menara Tokyo (東京タワー, Tokyo Tower?) adalah sebuah menara di Taman Shiba, Tokyo, Jepang. Tinggi keseluruhan 332,6 m dan merupakan bangunan menara baja tertinggi di dunia yang tegak sendiri di permukaan tanah.[1] Berdasarkan peraturan keselamatan penerbangan, menara ini dicat dengan warna oranye internasional dengan warna putih di beberapa tempat. Bangunan sekelilingnya lebih rendah, sehingga Menara Tokyo bisa dilihat dari berbagai lokasi di pusat kota.
Menara Tokyo terkenal sebagai simbol kota Tokyo dan objek wisata daripada fungsinya sebagai menara antena pemancar TV analog (UHF/VHF), TV lokal digital, dan radio FM. Selain itu, perusahaan KA East Japan Railway menggunakan menara ini untuk meletakkan antena radio sistem darurat kereta api, dan sejumlah instrumen pengukuran dipasang oleh Kantor Lingkungan Hidup Metropolitan Tokyo.


Aikido (Bahasa Jepang: 合気道, aikidō) adalah salah satu seni beladiri asal Jepang yang diciptakan oleh Morihei Ueshiba ( 植芝 盛平 Ueshiba Morihei), yang banyak bagiannya berasal dari ilmu beladiri Daito Ryu Aiki-Jujutsu.[1] Daito Ryu Aiki-Jujutsu diciptakan pada era modernisasi Jepang yang berlangsung sekitar tahun 1800-an.
Pengajaran Aikido saat ini telah dapat ditemukan di seluruh belahan dunia dan dalam beberapa aliran, dengan penafsiran dan penekanan yang berbeda-beda atas ajaran Ueshiba. Namun, kesemuanya tetap mewarisi berbagi teknik yang sama, dan sebagian besar tetap mempertahankan keperdulian terhadap aspek keselamatan bagi pihak yang menyerang.

Sejarah

Morihei Ueshiba, penemu Aikido.
Aikido diciptakan oleh Morihei Ueshiba ( 植芝 盛平 Ueshiba Morihei, 14 Desember 1883-26 April 1969, disebut juga sebagai ousensei 大先生、翁先生 " guru besar"),[2] yang diformulasikannya sejak akhir 1920-an sampai dengan 1930-an. Ueshiba menyusun dan mengembangkan Aikido dari berbagai koryu (seni beladiri/seni pedang lama)[3] menjadi suatu seni beladiri yang unik.[1] Dojo pertama Aikido didirikan di Tokyo dan saat ini masih ada dan bernama Aikikai Hombu Dojo.
Ueshiba menginginkan Aikido tidak hanya sebagai perpaduan seni beladiri, tetapi juga ekspresi falsafah pribadinya yang bersifat damai dan universal.[4] Seumur hidupnya, Ueshiba dan murid-muridnya telah menyebarkan Aikido dengan cara mendidik dan menciptakan praktisi beladiri ini di seluruh dunia. Ueshiba meninggal pada tanggal 26 April 1969 karena penyakit kanker,[5] namun Aikido tetap berkembang pesat setelah kematiannya.

Etimologi dan filsafat

Kanji Aikido
Aikido menekankan harmonisasi dan keselarasan antara energi ki (気, prana) individu dengan ki alam semesta. Kata "aikido" berasal dari tiga huruf kanji:
  • - ai - bergabung, menyatukan, menyelaraskan
  • - ki - roh, energi kehidupan
  • - - jalan, cara
Seni beladiri ini juga menekankan pada prinsip kelembutan dan bagaimana untuk mengasihi serta membimbing lawan.[6] Prinsip ini diterapkan pada gerakan-gerakannya yang tidak menangkis serangan lawan atau melawan kekuatan dengan kekuatan tetapi "mengarahkan" serangan lawan untuk kemudian menaklukkan lawan tanpa ada niat untuk mencederai lawan.

Tehnik

Diagram ikkyō, atau "teknik pertama" Aikido.
Berbeda dengan beladiri pada umumnya yang lebih mengutamakan pada latihan kekuatan fisik dan stamina, Aikido lebih mendasarkan latihannya pada penguasaan diri dan kesempurnaan teknik. Teknik-teknik yang digunakan dalam Aikido kebanyakan berupa teknik elakan, kuncian, lemparan, bantingan.[3] Sementara teknik-teknik pukulan maupun tendangan dalam praktiknya jarang digunakan. Falsafah yang mendasari Aikido, yaitu kasih dan konsep mengenai ki, membuat Aikido menjadi suatu seni beladiri yang unik. Secara umum Aikido dapat golongkan sebagai beladiri kuncian dan pergumulan (Inggris: grappling).[3]
Dalam Aikido ini juga tidak mengenal sistem kompetisi atau pertandingan, seperti beladiri-beladiri lainnya. Namun sistem kompetisinya lebih bersifat embukai (peragaan teknik).
Aikido juga mendapatkan pengaruh dari seni beladiri tradisional Jepang Kenjutsu[6] dan Jujutsu. Pengaruh Kenjutsu tampak dalam pengaturan gerakan gerakan atau langkah langkah kaki. Sedangkan pengaruh Jujutsu tampak dalam penggunaan teknik kuncian dan lemparan.
Hingga saat ini Aikido juga banyak memiliki banyak cabang-cabang "teknik" (Inggris: style) yang juga memperkaya teknik-teknik yang tidak meninggalkan teknik dasarnya. Aliran Nisyo misalnya lebih menekankan style teknik-tekniknya kepada pedang (bokken) dan tongkat (jo). Sedangkan aliran Iwama[7] lebih menekankan teknik-tekniknya kepada kecepatan dalam mengatasi serangan lawan (nage).

Sistem tingkatan

tingkat
sabuk
warna
tipe
kyū
Ceinture blanche.png
putih
shodan
Ceinture noire.png
hitam
Sistem tingkatan yang harus dilalui oleh seorang praktisi Aikido hampir sama dengan yang digunakan oleh seni beladiri asal Jepang lainnya, yaitu sistem Kyu (mudansha, tidak memiliki dan) untuk tingkat dasar dan Shodan (yūdansha, memiliki dan = ahli) untuk tingkat mahir.
Praktisi yang berada di tingkat kyu 6 sampai kyu 4 menggunakan tanda berupa sabuk yang berwarna putih, sementara praktisi yang mencapai tingkatan kyu 3 sampai 1 menggunakan sabuk berwarna cokelat. Adapula dojo yang menerapkan sabuk kyu 6 sampai 1 tetap berwarna putih. Shodan adalah tingkatan yang selanjutnya; praktisi yang mencapai tingkatan ini ditandai dengan sabuk yang berwarna hitam serta aksesoris tambahan berupa celana panjang bernama hakama.[6] Celana seperti ini biasa dipakai oleh para samurai pada zaman dahulu.

1. Aikido

Aikido lahir di Jepang sebelum perang dunia ke dua. Akar seni bela diri ini adalah seni bela diri Daito Ryu Aiki Jujutsu yang sudah ada di Jepang sejak beberapa abad yang lalu. Daito Ryu Aiki Jujutsu merupakan seni perang dan seni bela diri yang hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu dari kalangan istana kerajaan, terutama samurai pilihan di istana dan tidak sembarang orang dapat mempelajarinya hingga satu saat seni bela diri ini mulai diperkenalkan kepada publik oleh Sokaku Takeda. Salah satu murid dari Sokaku Takeda adalah Morihei Ueshiba yang dikemudian hari mengembangkan Aikido.
O' 
SenseiSejalan dengan perjalanan hidup Morihei Ueshiba, beliau mengembangkan seni bela diri Daito Ryu Aiki Jujutsu in menjadi sebuah bela diri yang tujuannya lebih kepada melindungi dengan kasih sayang. Aikido diciptakan karena kemuakan dari Morihei Ueshiba akan perang dan banyaknya korban yang beliau lihat dan alami semasa perang. Sehingga sewaktu pulang kembali ke Jepang setelah ditugaskan berperang, beliau berpikir untuk menciptakan suatu seni bela diri yang lebih melindungi dari pada merusak dan menghancurkan.
Nama Aikido sendiri memiliki arti yang mencerminkan harapan dari pendirinya. Aikido terdiri dari 3 buah karakter kanji Jepang yaitu “Ai” yang berarti “Keharmonisan gerakan tubuh dengan jiwa”, “Ki” yang berarti “Energi kehidupan (Chi)” dan “Do” yang berarti “Jalan”. Jadi Aikido berarti “Jalan untuk mengharmoniskan gerakan tubuh dan jiwa dengan energi kehidupan”. Dengan kata lain Aikido merupakan suatu jalan untuk mengharmoniskan semua yang ada di kehidupan kita.
Dengan keharmonisan diharapkan dapat menciptakan suatu kedamaian, namun jika harus menggunakannya Aikido untuk membela diri bukan berarti harus dengan menghancurkan sesuatu untuk mencapai tujuan.
Bersandar kepada arti nama Aikido maka Aikido dapat dipelajari oleh siapapun tanpa mengenal batas umur, keadaan fisik yang kuat atau lemah, lelaki maupun perempuan. Ini disebabkan Aikido tidak berpaku hanya mengandalkan tehnik dan kekuatan fisik semata tapi lebih luas dari itu.
Kekuatan Aikido terletak pada filosofinya.
FILOSOFI AIKIDO
Filosofi Aikido sarat akan filosofi kehidupan. Jika seseorang mulai mempelajarinya, maka ia akan mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari dan bukan sekedar tehnik belaka.
Aikido mengajarkan bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana seseorang harus menghargai kehidupan dan lain-lain. Aikido bukanlah agama tetapi pendiri Aikido pernah berkata bahwa dengan mempelajari Aikido, maka orang dapat lebih mudah mengerti dan mempelajari apa yang ia temukan dalam agama yang dipelajari.
Aikido mengajarkan seseorang agar berjiwa seperti seorang samurai yang menjunjung tinggi kebenaran. Jiwa ini terefleksikan pada hakama (celana khas Jepang) yang dikenakan oleh praktisi Aikido yang telah tinggi tingkatannya.
Pada hakama terdapat 7 buah ajaran samurai yang mewakili 7 pilar “Budo” (Jalan Ksatria). 7 ajaran ini meliputi “1. Kebenaran dan Kebaikan, 2. Sikap Hormat dan Kehormatan, 3. Ketulusan dan Kejujuran, 4. Loyalitas, 5. Kesopanan dan Sopan Santun, 6. Pengetahuan dan Hikmah Kebijaksanaan, 7. Keberanian”. Jadi praktisi aikido yang telah mengenakan hakama diharapkan mengerti, memahami dan menjalankan dari apa yang dikenakan.
Lebih mendalam lagi, Aikido mengajarkan tentang kehidupan dan bagaimana agar kita dapat menjalaninya secara harmonis. Pendiri Aikido pernah berkata “ Masa katsu Agatsu, Katsu Hayabi” yang berarti “ Kemenangan sejati adalah kemenangan atas diri sendiri; kemenangan sejati adalah kemenangan tanpa pergulatan sedikitpun”.
Aikido menganut filosofi “muteki” atau “tidak ada musuh”. Maksudnya tidak ada seseorang atau sesuatu pun didunia ini yang harus kita kalahkan kecuali diri sendiri, jika dalam hidup kita mampu mengalahkan ke-aku-an diri sendiri, maka sebenarnya tidak ada musuh di kehidupan ini. Lawan terberat adalah diri kita sendiri. Agar dapat mencapai hal ini, kita membutuhkan “Makoto” atau “Hati yang bersih”. Dengan hati yang bersih, maka kita dapat melihat/ menilai apa yang ada di hadapan kita dengan lebih jelas, ibarat air danau yang jernih dan tenang, maka permukaannya akan memantulkan refleksi seperti apa adanya.
Ini baru beberapa hal yang diajarkan didalam Aikido. Ajaran ini sedikit banyak dapat menjelaskan mengapa Aikido tidak ada kompetisi dan bukan bela diri sport. Karena Aikido dimaksudkan bukan unutk mengajarkan menang atau kalah dan sikap sportif tetapi lebih kepada pelajaran untuk pembentukan karakter tiap praktisinya baik dari sisi hati, akhlak, moral, mental dan terakhir, fisik.
SEJARAH AIKIDO DI INDONESIA
Aikido masuk ke Indonesia pada akhir tahun 1969. Aikido dibawa oleh Bapak Jozef Poetiray yang merupakan Ketua Dewan Guru dari Yayasan Indonesia Aikikai yang didirikan tanggal 28 Oktober 1983. Yayasan Indonesia Aikikai terdaftar sebagai anggota yang mewakili Indonesia di International Aikido Federation (IAF), Asian Aikido Federation (AAF) dan tentunya di Aikido Headquarter di Jepang.
Bapak Jozef Poetiray merupakan salah satu mahasiswa yang dikirim oleh pemerintah Indonesia ke Jepang dalam rangka beasiswa rampasan perang Jepang bagi Indonesia di tahun 1960-an. Beliau selama di Jepang mencari sesuatu yang berguna yang dapat dibawa ke Indonesia sesuai dengan amanat dari Presiden Soekarno saat itu, agar para mahasiswa mempelajari dan membawa sesuatu yang positif dari Jepang yang bukan hanya ilmu pengetahuan tapi segala sesuatu yang positif yang nantinya dapat diajarkan kepada generasi muda Indonesia mendatang.
Di sisi lain Bapak Jozef Poetiray ingin belajar seni bela diri yang cocok dengan dirinya dan dapat menyentuh hati, perasaan, jiwanya serta dapat mengoreksi tingkah laku beliau di kehidupan sehari-hari. Sampai pada suatu hari beliau melihat peragaan seni bela diri Aikido di TV lokal. Namun karena pada saat itu di Hiroshima belum ada, maka beliau baru mempelajarinya ketika pindah kuliah ke Tokyo. Beliau juga menjadi salah satu orang yang mendirikan Indonesian Students Aikido Club di Wisma Indonesia di Jepang. Banyak hal yang beliau dapat dari Aikido.
Melalui latihan yang tekun, ternyata membawa perubahan yang baik kepada tingkah laku beliau yang sebelumnya seorang yang bertemperamen tinggi dan gampang meledak. Perubahan tersebut didapat tidak hanya melalui latihan fisik namun filosofi yang dipelajari beliau juga bermanfaat di kehidupan sehari-hari seperti di rumah, kantor dan lain-lain.
Maka beliau bertekad mengembangkan Aikido di Indonesia sebagai misinya, khususnya untuk para generasi penerus bangsa Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Aikido di bawah Yayasan Indonesia Aikikai berkembang di Indonesia secara perlahan tapi pasti.
Sampai saat ini sudah sekitar lebih dari 1000 praktisi Aikido yang berlatih tersebar di beberapa tempat di Indonesia, khususnya Jakarta. Dojo yang berada dibawah naungan Yayasan Indonesia Aikikai ada sekitar 30 buah dojo yang tersebar di Indonesia dengan 20 diantaranya berlokasi di Jakarta.
Sampai saat ini, Yayasan Indonesia Aikikai sudah menyelenggarakan berbagai kegiatan baik bersifat nasional maupun internasional dengan mengundang negara lain. Seperti ujian kenaikan sabuk hitam tahunan, dimana pengujinya masih dikirim dari Aikido Headquarter Jepang, mengundang beberapa Sensei dari Jepang untuk mengadakan seminar Aikido di Indonesia dan turut serta pada berbagai eksibisi dan seminar bela diri baik didalam maupun luar negeri. Kegiatan terakhir Yaysan Indonesia Aikikai adlaah mengikuti seminar internasional IAF di Jepang dan Bapak Jozef Poetiray menjadi pengajar Aikido untuk latihan mental di program ASEAN yang diadakan Yayasan Bina Pembangunan di Padepokan Bumi Mandiri, Cisaat. Yayasan Indonesia Aikikao juga mendapat dukungan kedutaan besar Jepang di Jakarta. Diharapkan kedepannya Aikido dapat lebih berkembang lagi dan ikut membangun akhlak dan moral bangsa Indonesia melalui filosofinya.

Tidak ada komentar: