Tahun Baru di Jepang
Tahun baru di Jepang suasananya
sebenarnya mirip dengan lebaran di Jepang. Ketika pergantian tahun ini,
sekolah, perusahaan, bahkan pertokoan juga libur mulai dari dua hari sampai dua
minggu, bergantung dari kebijakan masing-masing. Ketika saya datang ke Jepang
di awal tahun 2000-an, saat-saat tahun baru adalah masa yang cukup menyulitkan.
ATM tutup sekitar 5 hari dan toko-toko baru buka kembali pada tanggal 3 atau 4
Januari. Sementara itu, tidak banyak orang Jepang lalu-lalang di tempat-tempat
umum. Jadi, ketika mengajak keluarga jalan-jalan pada tahun baru, alih-alih
mendapatkan keramaian, justru mendapatkan kesulitan karena sulit mencari
makanan. Namun, itu kisah dulu. Sekarang tahun baru di Jepang sudah agak
lebih ramai. Beberapa department store bahkan sudah buka pada pagi hari tanggal
1 Januari. Begitu juga dengan restoran, terutama restoran berjaringan yang
punya cabang di mana-mana.
Salah satu kegiatan yang sering
dilakukan oleh orang Jepang pada tahun baru adalah hatsumoude (初詣) atau kunjungan pertama kali ke kuil pada tahun yang baru. Ini bisa
dilakukan di kuil Buddha (お寺) atau kuil Shinto (神社). Pada gambar di bawah ini tampak kegiatan hatsumoude yang dilakukan oleh
warga Jepang di kuil Buddha Soujiji (総持寺) di
Tsurumi, Yokohama, Kanagawa. Sejak pagi hari mereka sudah berkunjung ke kuil
untuk memohon doa keselamatan dan kesuksesan bagi mereka pada tahun yang baru.
Biasanya orang-orang juga mengambil kertas keberuntungan omikuji (御神籤)
untuk mengetahui peruntungan mereka pada tahun baru ini. Jika ramalan pada
kertas itu menunjukkan hal sebaliknya, atau ketidakberuntungan, kita harus
mengikatkannya pada tempat yang sudah disediakan. Itu diharapkan dapat membuang
kesialan yang kita terima. Nah, di samping menjalani kehidupan mereka yang
sangat modern, orang-orang Jepang ternyata masih menjalankan juga
kegiatan-kegiatan yang masih tradisional.
Hagoita Ichi, Pasar Tahun Baru di Jepang
Menjelang
Tahun Baru, ada festival unik di Tokyo, Jepang. Festival Haigota Ichi namanya.
Orang-orang membeli jimat keberuntungan berbentuk seperti raket badminton
berbahan kayu. Jangan lewatkan acara ini jika Anda berlibur akhir tahun di
Negeri Sakura itu.
Hagoita Ichi adalah festival tradisional yang sudah dimulai dari Periode Edo. Festival ini diadakan pada tanggal 17-19 desember di Kuil Sensoji di Akasuka. Kuil ini dipilih karena merupakan tempat terbaik untuk melihat Kota Tokyo. Festival diadakan di dekat aula utama kuil. Lebih dari 50 stand di area terbuka akan menjual haigota, layangan dan berbagai pernak-pernik Tahun Baru.
Hagoita adalah semacam raket berbahan papan persegi panjang dengan pegangan yang digunakan untuk bermain hanetsuki, permainan mirip bulutangkis. Permainan ini dimainkan pada Tahun Baru untuk menyambut musim semi.
Pada abad ke-17, tepatnya ketika periode Edo, hagoita mulai dilukis untuk dijadikan jimat keberuntungan. Awalnya, haigota dilukis dalam gambar sederhana, seperti pohon cemara, bambu dan bunga plum. Namun lama-kelamaan gambarnya menjadi semakin rumit dan dengan komposisi dan warna yang semakin jelas. Mereka biasanya melukis hagoita dengan gambar Kabuki, artis dan karakter anime. Meski Hagoita Ichi sudah ada sejak abad ke-17, namun festival ini baru dikenal banyak orang setelah Perang Dunia ke-2.
Hagoita yang dijual di festival Hagoita Ichi bukanlah yang untuk dimainkan. Karena sebenarnya, hagoita yang sudah dihias dipercaya bisa menjadi jimat keberuntungan. Festival tahunan ini selalu ramai oleh ribuan orang yang datang dari seluruh penjuru kota di Jepang.
Tradisi memberikan haigota sebagai jimat keberuntungan sudah ada sejak lama. Biasanya haigota diberikan untuk anak yang baru lahir. Pemberian ini diharapkan semoga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang sehat. Selain untuk anak yang baru lahir, hagoita juga diberikan bisa diberikan ke kerabat atau keluarga.
Jika Anda telah merencanakan menghabiskan tahun baru di Jepang, jangan lupa kunjungi Festival Hagoita Ichi. Selain menikmati keramaian festival tradisional yang unik, Anda juga bisa membeli beberapa jimat keberuntungan yang bisa dijadikan oleh-oleh. Festival ini dimulai pukul 10.00-22.00 malam waktu setempat.
Hagoita Ichi adalah festival tradisional yang sudah dimulai dari Periode Edo. Festival ini diadakan pada tanggal 17-19 desember di Kuil Sensoji di Akasuka. Kuil ini dipilih karena merupakan tempat terbaik untuk melihat Kota Tokyo. Festival diadakan di dekat aula utama kuil. Lebih dari 50 stand di area terbuka akan menjual haigota, layangan dan berbagai pernak-pernik Tahun Baru.
Hagoita adalah semacam raket berbahan papan persegi panjang dengan pegangan yang digunakan untuk bermain hanetsuki, permainan mirip bulutangkis. Permainan ini dimainkan pada Tahun Baru untuk menyambut musim semi.
Pada abad ke-17, tepatnya ketika periode Edo, hagoita mulai dilukis untuk dijadikan jimat keberuntungan. Awalnya, haigota dilukis dalam gambar sederhana, seperti pohon cemara, bambu dan bunga plum. Namun lama-kelamaan gambarnya menjadi semakin rumit dan dengan komposisi dan warna yang semakin jelas. Mereka biasanya melukis hagoita dengan gambar Kabuki, artis dan karakter anime. Meski Hagoita Ichi sudah ada sejak abad ke-17, namun festival ini baru dikenal banyak orang setelah Perang Dunia ke-2.
Hagoita yang dijual di festival Hagoita Ichi bukanlah yang untuk dimainkan. Karena sebenarnya, hagoita yang sudah dihias dipercaya bisa menjadi jimat keberuntungan. Festival tahunan ini selalu ramai oleh ribuan orang yang datang dari seluruh penjuru kota di Jepang.
Tradisi memberikan haigota sebagai jimat keberuntungan sudah ada sejak lama. Biasanya haigota diberikan untuk anak yang baru lahir. Pemberian ini diharapkan semoga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang sehat. Selain untuk anak yang baru lahir, hagoita juga diberikan bisa diberikan ke kerabat atau keluarga.
Jika Anda telah merencanakan menghabiskan tahun baru di Jepang, jangan lupa kunjungi Festival Hagoita Ichi. Selain menikmati keramaian festival tradisional yang unik, Anda juga bisa membeli beberapa jimat keberuntungan yang bisa dijadikan oleh-oleh. Festival ini dimulai pukul 10.00-22.00 malam waktu setempat.
Menjelang pergantian tahun, pada umumnya
Jepang mulai disibukan dengan berbagai macam acara. Tahun baru Jepang dapat
dibaratkan dengan ‘hari raya’ tahunan. Beberapa agenda mulai disusun, baik itu
dalam lingkup lingkungan kerja, keluarga ataupun perorangan. Aktivitas
orang-orang yang akan ‘pulang kampung’ mulai terlihat lalu lalang di sekitar
stasiun kota ataupun macetnya antrian jalan raya oleh kendaraan yang akan
mudik.
Beberapa agenda pergantian tahun baru Jepang, diantaranya:
1. Bounenkai (忘年会)
Salah satu tradisi ataupun kebiasaan yang diadakan beberapa company ataupun
perkumpulan organisasi di Jepang yang diadakan di sekitar akhir Desember,
menjelang tutup buku tahunan. Arti secara terminologi dilihat dari kanji yang
tertulis, “Bonenka (忘年会)” memiliki
makna: Pesta/kumpulan untuk melupakan tahun (lama).
Untuk mensukseskan acara bonenkai ini, biasanya satu orang akan ditunjuk
menjadi ‘Kanji (幹事)’ yang bertugas menjadi koordinator;
Mengkoordinasi acara, melakukan pemesanan tempat dan menghubungi orang-orang
yang akan berpartisipasi dalam acara tersebut.

Biasanya, jauh-jauh hari, beberapa restaurant ataupun hotel sudah penuh
terpesan oleh beberapa group yang ingin merayakan bonenkai. Acara ini diawali
dengan ‘Kanpai’ (minum bersama) yang kemudian dilanjutkan dengan makan-makan,
berkaraoke, atau minum-minum sampai mabuk hingga larut malam. Berusaha
melupakan beberapa hal yang ‘tidak menyenangkan’ selama menjalani kerja satu
tahun berjalan.
2. Oosouji (大掃除)
Oosouji adalah kegiatan `kerja bakti` bersih-bersih rumah yang dilakukan secara
menyeluruh. Mulai dari pernak-pernik kecil seperti lampu, hiasan rumah, sampai
hal yang besar seperti: dapur, beranda, ruang tamu, kamar mandi.
Dilakukan bersama-sama seluruh anggota keluarga, untuk menyambut datangnya
tahun baru. Agar rumah nampak bersih, siap menerima tamu serta bergembira
menyambut para arwah leluhur yang akan datang di tahun baru.
Oosouji
ini merupakan agenda rutin tahunan keluarga. Akhir-akhir ini, bagi keluarga yang sibuk,
tersedia agen-agen oosouji yang dapat dipanggil saat menjelang akhir tahun
untuk membantu membersihkan seluruh rumah.
3. Tahun Baru: Oomisoka(大晦日), Oshougatsu (お正月)
& Gantan ( 元旦)
Oomisoka (大晦日) adalah malam
tahun baru, dirayakan pada tanggal 31 Desember. Di malam
tahun baru (Oomisoka)、orang Jepang memiliki tradisi memakan
mie khas Jepang bernama Soba (そば) yang disebut “Toshikoshi Soba”.
Dengan menyantap soba, dipercaya bahwa tahun baru dapat dijalani dengan lancar
tanpa adanya hambatan yang besar serta panjang umur.
Oshougatsu
(お正月) adalah sebutan bagi tahun baru Jepang. Biasanya
sebutan ini berlangsung dari tanggal 1 ~ 3 Januari. Saat oshougatsu, biasanya
di depan pintu rumah ataupun toko, akan terpasang hiasa “Kadoumatsu.” Hiasan
tahun baru Jepang yang terdiri dari potongan bambu, ranting daun pinus.
Gantan (元旦) adalah sebutan lain dari tanggal 1 Januari. Tanggal
1 Januari dipercaya sebagai “Toshigami” (Dewa Tahunan) dimana para arwah
leluhur datang berkunjung untuk memberikan berkahnya.
Tanggal 1 Januari adalah hari libur resmi di Jepang. Beberapa pertokoan, akan
mulai buka di sekitar tanggal 2 Januari dengan jam buka diperpendek. Hari
pertama penjualan barang (Hatsuuri) di pusat pertokoan, biasanya dimeriahkan
dengan penjualan “Fukubukuro” (kantong keberuntungan). Yang isinya bisa satu
set perlengkapan wanita/pria, peralatan rumah tangga, ataupun barang lain yang
bisa membuat penasaran, karena umumnya isi dari fukubukuro tidak diberitahukan
sebelumnya.
4. Kadomatsu (Hiasan Tahun Baru) & Hatsumode
(Kunjungan Kuil) Kadomatsu adalah hiasan tahun baru yang terdiri dari pohon bambu, ranting daun pinus yang diikat dengan jerami. Kadomatsu ini diperuntukan untuk menyambut para arwah leluhur yang kembali ke rumah saat tahun baru. Dipercaya juga sebagai tempat tidurnya arwah leluhur saat bermalam tahun baru, untuk menjaga pintu (rumah) dari malapetaka. Sedangkan pinus dianggap sebagai lambang keberuntungan. Biasanya dipajang berpasangan, di sebelah kiri adalah kadomatsu laki-laki dan di sebelah kanan kadomatsu perempuan.
Kadomatsu biasanya dipajang menjelang oshogatsu yaitu sekitar tanggal 27,
28 atau 30 Desember. Pemasangan hiasan ini tidak boleh terlalu lama. Biasanya
sampai sekitar tanggal 6 Januari sore ataupun 7 Januari atau paling lama
tanggal 15 Januari (daerah Kasai) hiasan ini harus segera disimpan. Jika
dipajang terlalu lama, justru akan membawa sial.
Hatsumode adalah kunjungan pertama ke kuil
di (malam) tahun baru untuk memanjatkan doa dan harapan. Biasanya mereka akan
berkerumun di depan gerbang menunggu kuil di buka.
Menjelang pukul 12 malam, genta (gong) yang terpasang di beberapa kuil akan
dibunyikan. Genta (gong) ini akan dibunyikan sebanyak 108 kali, sebagai
pertanda 108 hawa nafsu yang ada dalam diri manusia harus disingkirkan. Tradisi
membunyikan genta (gong) pada saat pergantian tahun disebut: Joya no Kane.
5. Makanan Tahun Baru: Osechi, Zoni, Kagami Mochi Osechi adalah sebutan dari beberapa masakan yang terhidang di tahun baru. Masakan osechi ini biasanya dihidangkan dalam kotak makanan khusus yang terbuat dari kayu bersusun disebut Juubako (重箱). Isi dari osechi ini biasanya lauk pauk manis dan asin seperti: rebusan kacang hitam (kuromame), kamaboko, kurikinton, datemaki, ikan salem.

Zoni adalah sup (bubur) yang berisi mochi. Dimasak menggunakan kaldu ikan dan sayur-sayuran.
Kagami mochi dibuat dengan menyusun dua mochi berukuran bundar dengan meletakan jeruk di atasnya. Merupakan salah satu hiasan tahun baru. Diambil dari kata “Kagami” memiliki arti cermin, yang asal muasalnya mochi tersebut dibentuk seperti bulatan cermin. Sedangkan dua bulatan mochi melambangkan ‘tahun lama’ dan ‘tahun baru’ ataupun pertanda baik yin yang.
Dalam kagami mochi dipercaya terdapat arwah “Dewa Padi” dan “Dewa Pemberi Umur.” Selain itu, kagami mochi dipercaya sebagai lambang dari hati manusia yang terbagi dalam dua bagian (baik dan buruk).
Dalam tahun baru ini, ada pula acara
menumbuk mochi yang disebut “Mochitsuki.” Dimana
beras ketan yang sudah ditanak, dimasukan dalam lesung kemudian di tumbuk
dengan alu. Saat mochitsuki, akan ada beberapa orang yang bertugas sebagai
penumbuk alu dan ada pula yang bertugas membolak-balikan beras ketan dengan
tangan yang sudah dilumuri air sampai menjadi mochi.
6. Otoshidama
Kebiasan orang Jepang di saat tahun baru adalah memberikan angpao (sejumlah
uang dalam amplop) pada anak-anak yang disebut Otoshidama. layaknya hadiah hari
raya, otoshidama ini sangat dinanti-nanti oleh anak-anak. Amplop untuk
memasukan uang otoshidama biasanya disebut: Pochibukuro atau Otoshidamabukuro.
7. Nengajou =
Kartu Pos Ucapan Tahun Baru
Setiap akhir tahun, kantor pos Jepang akan mulai disibukan dengan pengiriman
“Nengajou.” Sebuah kartu pos yang berisi ucapan tahun baru. Isi dari kartu pos
ini biasanya ditulis dengan tulisan tangan sendiri untuk lebih menghormati si
penerima kartu pos dengan berbagai macam pesan ataupun gambar lucu.
Nengajou ini dapat pula sebagai ajang ‘memamerkan’ tulisan indah bagi si
penulis yang menyenangi kaligrafi. Berbagai macam ucapan tahun baru yang tertulis
dalam nengajou biasanya:
- Akemashite Omedetougozaimasu (明けましておめでとうございます)= Selamat tahun
baru
- Kingashinen (謹賀新年)= Mengucapkan tahun baru
- Kotoshimo yoroshiku onegaishimasu (今年も宜しくお願いします)= Tahun inipun
semoga tetap terjalin kerjasama
BUDAYA TAHUN BARU JEPANG
Di Jepang, budaya saling kunjung antar tetangga nyaris
tidak terjadi. Salah satu alasan terbesar ialah “Barangkali tetangga belum
melakukan pembersihan (rumah)!”
Tidak
melakukan bersih-bersih rumah saat tahun baru, bagi orang Jepang, merupakan
sikap paling tidak hormat kepada sang Pencipta.
Di
Kyoto, terdapat kuil Chi-on, merupakan kuil aliran Buddha Jōdo bukkyō (Tanah
Suci), yang setiap tahun baru selalu mengadakan atraksi menabuh lonceng raksasa
oleh para biksu, dan telah menjadi sebuah atraksi tahun baru yang terkenal di
Jepang. Lonceng raksasa itu berbobot 70 ton, dengan diameter 2,8 meter, dan
tinggi 3 meter.
Sebelum
penabuhan lonceng, para biksu terlebih dahulu membersihkan lonceng, dan pada
saat itulah merupakan momentum yang ditunggu-tunggu para peziarah yang biasanya
berjubel berdesakan. Para biksu melakukan pembersihan lonceng besar itu dengan
sapu bertangkai panjang yang terbuat dari bambu, sambil melafalkan ayat-ayat
dari kitab suci Buddha.
Orang
Jepang dalam merayakan tahun baru, baik di rumah tangga, maupun perusahaan,
pada dasarnya menganggap acara bersih-bersih sebagai perayaan yang paling
berbobot. Maka jika berjalan-jalan di Jepang, tak sulit dijumpai pengucapan
selamat tahun baru seperti di bawah ini:
Sudah bereskah acara bersih-bersih rumah anda?
Baru saja beres.
Rumah saya juga baru selesai, kali ini bisa berhari raya
dengan baik!
Tentu saja. Selamat Tahun Baru ya. (Mao
Danqing/The Epoch Times/whs)
Bagi masyarakat Jepang, tahun baru
bukanlah momen pesta pora. Tahun baru justru dilalui dengan nafas syahdu.
Berkumpul bersama keluarga dan berdoa, adalah kegiatan pokok masyarakat Jepang
di tahun baru. Tak heran kalau perayaan tahun baru di Tokyo jarang sekali masuk
dalam deretan kota-kota dunia yang diliput TV. Kalau New York, Paris, dan
Sydney, merayakan pesta kembang api dengan gemerlap, Tokyo merayakannya zonder
terompet dan mercon.
Di tahun baru, masyarakat Jepang yang mayoritas beragama Shinto, memadati
kuil (shrine) yang banyak terdapat di setiap kota. Shinto adalah agama
mayoritas dan tertua masyarakat Jepang yang juga dikenal dengan sebutan
Kami-No-Michi atau Jalan Dewa (Ruh). Ajaran Shinto menyeimbangkan antara
pikiran, perbuatan, serta kebersihan jiwa dan fisik. Selain kuil Shinto, kuil
Buddha juga menjadi tujuan hampir seluruh penduduk, baik tua maupun muda.
Mereka berkumpul bersama, dan saat detik tahun baru tiba, beramai-ramai melepas
balon ke udara. Ribuan balon terbang ke angkasa membawa doa dan harapan, agar
sang Dewa membaca dan mengabulkan permintaan mereka.
Salah satu kuil Shinto yang terkenal di kota Tokyo adalah Meiji Shrine yang
terletak di daerah Harajuku. Di tahun baru, hampir 3 juta orang memadati kuil
Meiji untuk mencari ketenangan jiwa. Saking padatnya para peziarah, untuk
sampai ke kuil Meiji kita harus rela antri berjam-jam lamanya. Dan pada
kerumunan berjuta orang itulah, saya merayakan tahun baru 2010 di kota Tokyo.
Dalam gigitan angin musim dingin yang menusuk tulang, saya lebur dan hanyut
mengikuti arus para peziarah di kuil Meiji.
Kuil Meiji dibangun pada masa Kaisar Meiji (1868-1912) dan merupakan kuil
Shinto tertua di Tokyo. Salah satu ciri khas dari kuil Shinto adalah pintu
gerbang besarnya yang disebut Otorii. Pintu gerbang ini dibuat dari kayu
Cypress (sejenis pohon cemara) yang dibawa dari Taiwan dan usianya lebih dari
1500 tahun. Sebelum memasuki Kuil ini, para peziarah umumnya membawa
persembahan-persembahan yang diperuntukkan bagi para Dewa. Ada anak panah kayu,
ada kertas uang dan berbagai simbol lain yang diserahkan pada sebuah gubug kecil
sebelum memasuki gerbang kuil. Mereka percaya bahwa Dewa akan menerima
persembahan itu dan memberi balasan yang setimpal. Tak jauh dari kuil itu,
terdapat Naien Garden, sebuah taman yang konon merupakan replika surga firdaus
di muka bumi. Taman itu dibangun oleh kaisar Meiji sebagai bukti cinta kepada
sang permaisuri. Tamannya begitu indah karena berisikan segala jenis tanaman
dari penjuru Jepang.
Masuk ke kuil Shinto harus mengikuti
etika kuil. Pertama, para peziarah harus melalui otorii (pintu gerbang). Pintu
gerbang itu menyimbolkan hijrahnya jiwa pada tingkatan yang lebih baik.
Selanjutnya kita diharapkan menyucikan diri dengan air suci. Kita mencuci
tangan, muka, dan meneguk sedikit air suci sebelum memasuki kuil. Dalam
perjalanan masuk ke kuil, lemparkanlah koin pada beberapa gentong yang ada
disana. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus melepaskan diri dari ikatan
kekayaan dan harta benda duniawi. Setelah itu, di dalam kuil kita diminta
menundukkan badan sebanyak dua kali, dan menepuk tangan sebanyak dua kali, atau
membunyikan bel. Setelah itu menunduklah sekali lagi sebelum keluar. Etika ini
perlu diikuti oleh para peziarah sebagai prasyarat menuju ketenangan jiwa.
Masyarakat Jepang yang tingkat
kehidupan dan ekonominya jauh di atas kita, begitu “tahu diri” dalam menyambut
pergantian tahun. Bukan dengan pesta pora, namun dengan takzim memadati kuil.
Merenungkan kehidupan yang sudah berlalu, dan berharap mampu menapaki jalan ke
depan dalam lindungan para Dewa. Tak hanya yang tua, namun kebanyakan justru
generasi muda, keluarga dengan anak-anaknya, pasangan muda, bahkan para kekasih
yang sedang memadu asmara. Mereka rela mengantri berjam-jam untuk merayakan
tahun baru dengan syahdu. Kultur spiritual yang kuat memang menjadi kekuatan
masyarakat Jepang. Saat dunia berubah dengan pesta pora, kultur ini tak luntur
diterpa godaan.
Di negeri kita, awal tahun 2010
ditandai oleh banyak cobaan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.
Kitapun masih berduka karena berpulangnya Gus Dur, yang kita cintai. Negeri
kita sedang dirundung duka dan masalah yang belum usai. Oleh karenanya, kita
bersedih melihat pesta pora perayaan tahun baru dengan mercon di mana-mana.
Sungguh ironis.
Oshogatsu, Tahun Baru
Di Jepang Tahun Baru dikenal dengan nama Oshogatsu. Jepang telah mengadopsi kalender surya sejak 1873 dan perayaan Tahun Baru dimulai pada tanggal 1 Januari. Berbeda dengan kota-kota besar dunia lainnya, Jepang bukanlah tempat ideal untuk daerah tujuan wisata merayakan tahun baru, kalau yang dicari pesta kembang api, sorak meriah old and new, panggung gembira atau suara bunyi terompet yang bersaut-sautan. Tahun baru di Jepang adalah sebuah keheningan, suasana sepi, malam tahun baru (omishoka), secara tradisi dirayakan dengan amat sangat hening dan dingin.Suasana Oshogatsu di Jepang, biasanya berlangsung selama lima sampai enam hari. Orang Jepang di hari ini tidak pergi untuk bekerja. Mereka beristirahat dan merayakan liburan bersama keluarga. Sementara itu, ada juga warga Jepang yang menjelang momentum Tahun Baru memilih pergi mengajak putra dan putri mereka merayakan Tahun Baru dengan jalan-jalan ke negara lain. Umumnya kebiasaan ini dilakukan oleh mereka yang sedikit banyak sudah terpengaruh budaya Barat karena sudah beberapa kali melawat ke mancanegara.
Menyambut tahun baru pada sebagian kalangan masyarakat Jepang ada yang memilih pergi ke kuil pada malam Tahun Baru agar bisa lebih khusyuk berdoa dan meraih peruntungannya, tetapi sebagian lagi dari mereka pergi ke kuil untuk berdoa di pagi hari. Kunjungan pertama ke kuil Shinto sebelum fajar di hari tahun baru ini disebut Hatsu Mohde, yang berarti kunjungan pertama. Di kuil ini mereka minta berkah untuk tahun yang baru sambil tidak lupa menarik undian berhadiah berupa kertas ramalan alias omikuji.
Pada hari Tahun Baru, keluarga memulai dengan sarapan mochi atau kue dari beras ketan. Kue beras disajikan dalam sup yang disebut Ozoni. Sebenarnya ada makanan khusus untuk tahun baru yang disiapkan pada saat Omishoka yaitu Osechi ryouri. Masakan ini merupakan makanan campur-campur yang berwarna-warni dan rasanya manis terdiri atas udang, telur, rumput laut, rebung, ikan, mochi, dan lainnya. Osechi ryouri ditempatkan di dalam juubako atau semacam boks bento bertingkat. Tradisi penyiapan masakan ini dimulai sejak masa Heian (794–1185). Osechi ini berupa satu set masakan dari beberapa menu yang masing-masing punya arti tertentu seperti kuromame (kacang hitam sama dengan lambang kesehatan), kombu (seaweed atau rumput laut yang berarti kebahagiaan), ada yang kuning-kuning seperti telur atau chesnut (yang berarti matahari/emas), ada juga udang (artinya hidup sehat sampe tua/bungkuk), ikan teri (artinya banyak keturunan), renkon (akar lotus yg berlubang-lubang berarti lihat kedepan), dan seterusnya.
Masyarakat Jepang biasanya membuat osechi sekaligus banyak, bahkan bisa bertahan sampai habis itu kira-kira seminggu. Berikutnya setelah seminggu makan osechi, mereka makan yang namanya Okayu no hi atau hari makan bubur yang tujuannya supaya perut kembali normal setelah makan makanan yang sama terus selama seminggu. Tapi berhubung orang jaman sekarang sangat praktis, banyak yang akhirnya membeli di Supermarket meskipun mahal. Untuk porsi sekeluarga cukup untuk satu hari saja, harganya bisa mencapai puluhan ribu yen (jutaan rupiah).
Selain masalah makanan tahun baru, di Jepang juga mempunyai tradisi seperti tradisi tahun baru di Asia, orang dewasa memberi uang atau angpou kepada anak-anak pada Hari Tahun Baru yang dsebut Otoshi-dama atau harta karun tahun baru. Anak-anak menyambutnya dengan riang gembira, kemudian bermain layang-layang atau bermain kartu tebak-tebakan yang variasinya banyak sekali dan menyenangkan berbagi bersama famili dan kerabat. Pada hari ini juga setiap keluarga akan menerima kiriman segepok nengajo (kartu tahun baru) dari teman dan kerabat yang oleh pak pos diberikan saat pagi di tahun baru. Mereka membacanya bersama seluruh keluarga sambil mengingat-ingat kebaikan orangnya.
Bagi yang tinggal di Tokyo, pada hari kedua tahun baru, tepatnya tanggal 2 Januari, bisa mengunjungi kediaman kaisar (Imperial Palace) yang biasanya terbuka untuk umum pada hari tersebut. Di sana setiap jam tertentu Kaisar dan keluarga akan keluar ke balkon yang tertutup kaca sambil melambai-lambaikan tangan dan mengucapkan beberapa patah kata ucapan selamat tahun baru untuk rakyatnya. Masyarakat lain juga bisa menyaksikannya melalui siaran televisi. Demikianlah suasana Oshougatsu di Jepang yang berbeda dari negara kita. (Disusun oleh Upik Kesumawati Hadi, Alumni Persada Bogor, IPB)