Kamis, 24 Mei 2012


Tahun Baru di Jepang

Tahun baru di Jepang suasananya sebenarnya mirip dengan lebaran di Jepang. Ketika pergantian tahun ini, sekolah, perusahaan, bahkan pertokoan juga libur mulai dari dua hari sampai dua minggu, bergantung dari kebijakan masing-masing. Ketika saya datang ke Jepang di awal tahun 2000-an, saat-saat tahun baru adalah masa yang cukup menyulitkan. ATM tutup sekitar 5 hari dan toko-toko baru buka kembali pada tanggal 3 atau 4 Januari. Sementara itu, tidak banyak orang Jepang lalu-lalang di tempat-tempat umum. Jadi, ketika mengajak keluarga jalan-jalan pada tahun baru, alih-alih mendapatkan keramaian, justru mendapatkan kesulitan karena sulit mencari makanan. Namun, itu kisah dulu. Sekarang tahun baru di Jepang sudah agak lebih ramai. Beberapa department store bahkan sudah buka pada pagi hari tanggal 1 Januari. Begitu juga dengan restoran, terutama restoran berjaringan yang punya cabang di mana-mana.
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh orang Jepang pada tahun baru adalah hatsumoude (初詣) atau kunjungan pertama kali ke kuil pada tahun yang baru. Ini bisa dilakukan di kuil Buddha (お寺) atau kuil Shinto (神社). Pada gambar di bawah ini tampak kegiatan hatsumoude yang dilakukan oleh warga Jepang di kuil Buddha Soujiji (総持寺) di Tsurumi, Yokohama, Kanagawa. Sejak pagi hari mereka sudah berkunjung ke kuil untuk memohon doa keselamatan dan kesuksesan bagi mereka pada tahun yang baru.
Biasanya orang-orang juga mengambil kertas keberuntungan omikuji (御神籤) untuk mengetahui peruntungan mereka pada tahun baru ini. Jika ramalan pada kertas itu menunjukkan hal sebaliknya, atau ketidakberuntungan, kita harus mengikatkannya pada tempat yang sudah disediakan. Itu diharapkan dapat membuang kesialan yang kita terima. Nah, di samping menjalani kehidupan mereka yang sangat modern, orang-orang Jepang ternyata masih menjalankan juga kegiatan-kegiatan yang masih tradisional.
Hagoita Ichi, Pasar Tahun Baru di Jepang
Menjelang Tahun Baru, ada festival unik di Tokyo, Jepang. Festival Haigota Ichi namanya. Orang-orang membeli jimat keberuntungan berbentuk seperti raket badminton berbahan kayu. Jangan lewatkan acara ini jika Anda berlibur akhir tahun di Negeri Sakura itu.

Hagoita Ichi adalah festival tradisional yang sudah dimulai dari Periode Edo. Festival ini diadakan pada tanggal 17-19 desember di Kuil Sensoji di Akasuka. Kuil ini dipilih karena merupakan tempat terbaik untuk melihat Kota Tokyo. Festival diadakan di dekat aula utama kuil. Lebih dari 50 stand di area terbuka akan menjual haigota, layangan dan berbagai pernak-pernik Tahun Baru.

Hagoita adalah semacam raket berbahan papan persegi panjang dengan pegangan yang digunakan untuk bermain hanetsuki, permainan mirip bulutangkis. Permainan ini dimainkan pada Tahun Baru untuk menyambut musim semi.

Pada abad ke-17, tepatnya ketika periode Edo, hagoita mulai dilukis untuk dijadikan jimat keberuntungan. Awalnya, haigota dilukis dalam gambar sederhana, seperti pohon cemara, bambu dan bunga plum. Namun lama-kelamaan gambarnya menjadi semakin rumit dan dengan komposisi dan warna yang semakin jelas. Mereka biasanya melukis hagoita dengan gambar Kabuki, artis dan karakter anime. Meski Hagoita Ichi sudah ada sejak abad ke-17, namun festival ini baru dikenal banyak orang setelah Perang Dunia ke-2.

Hagoita yang dijual di festival Hagoita Ichi bukanlah yang untuk dimainkan. Karena sebenarnya, hagoita yang sudah dihias dipercaya bisa menjadi jimat keberuntungan. Festival tahunan ini selalu ramai oleh ribuan orang yang datang dari seluruh penjuru kota di Jepang.

Tradisi memberikan haigota sebagai jimat keberuntungan sudah ada sejak lama. Biasanya haigota diberikan untuk anak yang baru lahir. Pemberian ini diharapkan semoga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang sehat. Selain untuk anak yang baru lahir, hagoita juga diberikan bisa diberikan ke kerabat atau keluarga.

Jika Anda telah merencanakan menghabiskan tahun baru di Jepang, jangan lupa kunjungi Festival Hagoita Ichi. Selain menikmati keramaian festival tradisional yang unik, Anda juga bisa membeli beberapa jimat keberuntungan yang bisa dijadikan oleh-oleh. Festival ini dimulai pukul 10.00-22.00 malam waktu setempat.

Menjelang pergantian tahun, pada umumnya Jepang mulai disibukan dengan berbagai macam acara. Tahun baru Jepang dapat dibaratkan dengan ‘hari raya’ tahunan. Beberapa agenda mulai disusun, baik itu dalam lingkup lingkungan kerja, keluarga ataupun perorangan. Aktivitas orang-orang yang akan ‘pulang kampung’ mulai terlihat lalu lalang di sekitar stasiun kota ataupun macetnya antrian jalan raya oleh kendaraan yang akan mudik.

Beberapa agenda pergantian tahun baru Jepang, diantaranya:

1. Bounenkai (忘年会)

Salah satu tradisi ataupun kebiasaan yang diadakan beberapa company ataupun perkumpulan organisasi di Jepang yang diadakan di sekitar akhir Desember, menjelang tutup buku tahunan. Arti secara terminologi dilihat dari kanji yang tertulis, “Bonenka (忘年会)” memiliki makna: Pesta/kumpulan untuk melupakan tahun (lama).

Untuk mensukseskan acara bonenkai ini, biasanya satu orang akan ditunjuk menjadi ‘Kanji (幹事)’ yang bertugas menjadi koordinator; Mengkoordinasi acara, melakukan pemesanan tempat dan menghubungi orang-orang yang akan berpartisipasi dalam acara tersebut.



Biasanya, jauh-jauh hari, beberapa restaurant ataupun hotel sudah penuh terpesan oleh beberapa group yang ingin merayakan bonenkai. Acara ini diawali dengan ‘Kanpai’ (minum bersama) yang kemudian dilanjutkan dengan makan-makan, berkaraoke, atau minum-minum sampai mabuk hingga larut malam. Berusaha melupakan beberapa hal yang ‘tidak menyenangkan’ selama menjalani kerja satu tahun berjalan.

2. Oosouji (大掃除)

Oosouji adalah kegiatan `kerja bakti` bersih-bersih rumah yang dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari pernak-pernik kecil seperti lampu, hiasan rumah, sampai hal yang besar seperti: dapur, beranda, ruang tamu, kamar mandi.

Dilakukan bersama-sama seluruh anggota keluarga, untuk menyambut datangnya tahun baru. Agar rumah nampak bersih, siap menerima tamu serta bergembira menyambut para arwah leluhur yang akan datang di tahun baru.

Oosouji ini merupakan agenda rutin tahunan keluarga. Akhir-akhir ini, bagi keluarga yang sibuk, tersedia agen-agen oosouji yang dapat dipanggil saat menjelang akhir tahun untuk membantu membersihkan seluruh rumah.

3. Tahun Baru: Oomisoka(大晦日), Oshougatsu (お正月) & Gantan ( 元旦)


Oomisoka (大晦日) adalah malam tahun baru, dirayakan pada tanggal 31 Desember. Di malam tahun baru (Oomisoka)orang Jepang memiliki tradisi memakan mie khas Jepang bernama Soba (そば) yang disebut “Toshikoshi Soba”. Dengan menyantap soba, dipercaya bahwa tahun baru dapat dijalani dengan lancar tanpa adanya hambatan yang besar serta panjang umur. 

Oshougatsu (お正月) adalah sebutan bagi tahun baru Jepang. Biasanya sebutan ini berlangsung dari tanggal 1 ~ 3 Januari. Saat oshougatsu, biasanya di depan pintu rumah ataupun toko, akan terpasang hiasa “Kadoumatsu.” Hiasan tahun baru Jepang yang terdiri dari potongan bambu, ranting daun pinus.

Gantan (元旦) adalah sebutan lain dari tanggal 1 Januari. Tanggal 1 Januari dipercaya sebagai “Toshigami” (Dewa Tahunan) dimana para arwah leluhur datang berkunjung untuk memberikan berkahnya.

Tanggal 1 Januari adalah hari libur resmi di Jepang. Beberapa pertokoan, akan mulai buka di sekitar tanggal 2 Januari dengan jam buka diperpendek. Hari pertama penjualan barang (Hatsuuri) di pusat pertokoan, biasanya dimeriahkan dengan penjualan “Fukubukuro” (kantong keberuntungan). Yang isinya bisa satu set perlengkapan wanita/pria, peralatan rumah tangga, ataupun barang lain yang bisa membuat penasaran, karena umumnya isi dari fukubukuro tidak diberitahukan sebelumnya.

4. Kadomatsu (Hiasan Tahun Baru) & Hatsumode (Kunjungan Kuil)

Kadomatsu adalah hiasan tahun baru yang terdiri dari pohon bambu, ranting daun pinus yang diikat dengan jerami. Kadomatsu ini diperuntukan untuk menyambut para arwah leluhur yang kembali ke rumah saat tahun baru. Dipercaya juga sebagai tempat tidurnya arwah leluhur saat bermalam tahun baru, untuk menjaga pintu (rumah) dari malapetaka. Sedangkan pinus dianggap sebagai lambang keberuntungan. Biasanya dipajang berpasangan, di sebelah kiri adalah kadomatsu laki-laki dan di sebelah kanan kadomatsu perempuan. 






Kadomatsu biasanya dipajang menjelang oshogatsu yaitu sekitar tanggal 27, 28 atau 30 Desember. Pemasangan hiasan ini tidak boleh terlalu lama. Biasanya sampai sekitar tanggal 6 Januari sore ataupun 7 Januari atau paling lama tanggal 15 Januari (daerah Kasai) hiasan ini harus segera disimpan. Jika dipajang terlalu lama, justru akan membawa sial.

Hatsumode adalah kunjungan pertama ke kuil di (malam) tahun baru untuk memanjatkan doa dan harapan. Biasanya mereka akan berkerumun di depan gerbang menunggu kuil di buka.

Menjelang pukul 12 malam, genta (gong) yang terpasang di beberapa kuil akan dibunyikan. Genta (gong) ini akan dibunyikan sebanyak 108 kali, sebagai pertanda 108 hawa nafsu yang ada dalam diri manusia harus disingkirkan. Tradisi membunyikan genta (gong) pada saat pergantian tahun disebut: Joya no Kane.

5. Makanan Tahun Baru: Osechi, Zoni, Kagami Mochi

Osechi adalah sebutan dari beberapa masakan yang terhidang di tahun baru. Masakan osechi ini biasanya dihidangkan dalam kotak makanan khusus yang terbuat dari kayu bersusun disebut Juubako (重箱). Isi dari osechi ini biasanya lauk pauk manis dan asin seperti: rebusan kacang hitam (kuromame), kamaboko, kurikinton, datemaki, ikan salem.


Zoni adalah sup (bubur) yang berisi mochi. Dimasak menggunakan kaldu ikan dan sayur-sayuran.

Kagami mochi dibuat dengan menyusun dua mochi berukuran bundar dengan meletakan jeruk di atasnya. Merupakan salah satu hiasan tahun baru. Diambil dari kata “Kagami” memiliki arti cermin, yang asal muasalnya mochi tersebut dibentuk seperti bulatan cermin. Sedangkan dua bulatan mochi melambangkan ‘tahun lama’ dan ‘tahun baru’ ataupun pertanda baik yin yang.

Dalam kagami mochi dipercaya terdapat arwah “Dewa Padi” dan “Dewa Pemberi Umur.” Selain itu, kagami mochi dipercaya sebagai lambang dari hati manusia yang terbagi dalam dua bagian (baik dan buruk).

 

Dalam tahun baru ini, ada pula acara menumbuk mochi yang disebut “Mochitsuki.” Dimana beras ketan yang sudah ditanak, dimasukan dalam lesung kemudian di tumbuk dengan alu. Saat mochitsuki, akan ada beberapa orang yang bertugas sebagai penumbuk alu dan ada pula yang bertugas membolak-balikan beras ketan dengan tangan yang sudah dilumuri air sampai menjadi mochi.

6. Otoshidama

Kebiasan orang Jepang di saat tahun baru adalah memberikan angpao (sejumlah uang dalam amplop) pada anak-anak yang disebut Otoshidama. layaknya hadiah hari raya, otoshidama ini sangat dinanti-nanti oleh anak-anak. Amplop untuk memasukan uang otoshidama biasanya disebut: Pochibukuro atau Otoshidamabukuro.

7. Nengajou = Kartu Pos Ucapan Tahun Baru

Setiap akhir tahun, kantor pos Jepang akan mulai disibukan dengan pengiriman “Nengajou.” Sebuah kartu pos yang berisi ucapan tahun baru. Isi dari kartu pos ini biasanya ditulis dengan tulisan tangan sendiri untuk lebih menghormati si penerima kartu pos dengan berbagai macam pesan ataupun gambar lucu.

Nengajou ini dapat pula sebagai ajang ‘memamerkan’ tulisan indah bagi si penulis yang menyenangi kaligrafi. Berbagai macam ucapan tahun baru yang tertulis dalam nengajou biasanya:

- Akemashite Omedetougozaimasu (
明けましておめでとうございます)= Selamat tahun baru
- Kingashinen
(謹賀新年)= Mengucapkan tahun baru
- Kotoshimo yoroshiku onegaishimasu
(今年も宜しくお願いします)= Tahun inipun semoga tetap terjalin kerjasama

BUDAYA TAHUN BARU JEPANG
Di Jepang, budaya saling kunjung antar tetangga nyaris tidak terjadi. Salah satu alasan terbesar ialah “Barangkali tetangga belum melakukan pembersihan (rumah)!”
Tidak melakukan bersih-bersih rumah saat tahun baru, bagi orang Jepang, merupakan sikap paling tidak hormat kepada sang Pencipta.
Di Kyoto, terdapat kuil Chi-on, merupakan kuil aliran Buddha Jōdo bukkyō (Tanah Suci), yang setiap tahun baru selalu mengadakan atraksi menabuh lonceng raksasa oleh para biksu, dan telah menjadi sebuah atraksi tahun baru yang terkenal di Jepang. Lonceng raksasa itu berbobot 70 ton, dengan diameter 2,8 meter, dan tinggi 3 meter.
Sebelum penabuhan lonceng, para biksu terlebih dahulu membersihkan lonceng, dan pada saat itulah merupakan momentum yang ditunggu-tunggu para peziarah yang biasanya berjubel berdesakan. Para biksu melakukan pembersihan lonceng besar itu dengan sapu bertangkai panjang yang terbuat dari bambu, sambil melafalkan ayat-ayat dari kitab suci Buddha.
Orang Jepang dalam merayakan tahun baru, baik di rumah tangga, maupun perusahaan, pada dasarnya menganggap acara bersih-bersih sebagai perayaan yang paling berbobot. Maka jika berjalan-jalan di Jepang, tak sulit dijumpai pengucapan selamat tahun baru seperti di bawah ini:  
Sudah bereskah acara bersih-bersih rumah anda?
Baru saja beres.
Rumah saya juga baru selesai, kali ini bisa berhari raya dengan baik!
Tentu saja. Selamat Tahun Baru ya.  (Mao Danqing/The Epoch Times/whs)

Belajar dari cara Masyarakat Jepang memaknai tahun baru


Bagi masyarakat Jepang, tahun baru bukanlah momen pesta pora. Tahun baru justru dilalui dengan nafas syahdu. Berkumpul bersama keluarga dan berdoa, adalah kegiatan pokok masyarakat Jepang di tahun baru. Tak heran kalau perayaan tahun baru di Tokyo jarang sekali masuk dalam deretan kota-kota dunia yang diliput TV. Kalau New York, Paris, dan Sydney, merayakan pesta kembang api dengan gemerlap, Tokyo merayakannya zonder terompet dan mercon.
Di tahun baru, masyarakat Jepang yang mayoritas beragama Shinto, memadati kuil (shrine) yang banyak terdapat di setiap kota. Shinto adalah agama mayoritas dan tertua masyarakat Jepang yang juga dikenal dengan sebutan Kami-No-Michi atau Jalan Dewa (Ruh). Ajaran Shinto menyeimbangkan antara pikiran, perbuatan, serta kebersihan jiwa dan fisik. Selain kuil Shinto, kuil Buddha juga menjadi tujuan hampir seluruh penduduk, baik tua maupun muda. Mereka berkumpul bersama, dan saat detik tahun baru tiba, beramai-ramai melepas balon ke udara. Ribuan balon terbang ke angkasa membawa doa dan harapan, agar sang Dewa membaca dan mengabulkan permintaan mereka.
Salah satu kuil Shinto yang terkenal di kota Tokyo adalah Meiji Shrine yang terletak di daerah Harajuku. Di tahun baru, hampir 3 juta orang memadati kuil Meiji untuk mencari ketenangan jiwa. Saking padatnya para peziarah, untuk sampai ke kuil Meiji kita harus rela antri berjam-jam lamanya. Dan pada kerumunan berjuta orang itulah, saya merayakan tahun baru 2010 di kota Tokyo. Dalam gigitan angin musim dingin yang menusuk tulang, saya lebur dan hanyut mengikuti arus para peziarah di kuil Meiji.
Kuil Meiji dibangun pada masa Kaisar Meiji (1868-1912) dan merupakan kuil Shinto tertua di Tokyo. Salah satu ciri khas dari kuil Shinto adalah pintu gerbang besarnya yang disebut Otorii. Pintu gerbang ini dibuat dari kayu Cypress (sejenis pohon cemara) yang dibawa dari Taiwan dan usianya lebih dari 1500 tahun. Sebelum memasuki Kuil ini, para peziarah umumnya membawa persembahan-persembahan yang diperuntukkan bagi para Dewa. Ada anak panah kayu, ada kertas uang dan berbagai simbol lain yang diserahkan pada sebuah gubug kecil sebelum memasuki gerbang kuil. Mereka percaya bahwa Dewa akan menerima persembahan itu dan memberi balasan yang setimpal. Tak jauh dari kuil itu, terdapat Naien Garden, sebuah taman yang konon merupakan replika surga firdaus di muka bumi. Taman itu dibangun oleh kaisar Meiji sebagai bukti cinta kepada sang permaisuri. Tamannya begitu indah karena berisikan segala jenis tanaman dari penjuru Jepang.
Masuk ke kuil Shinto harus mengikuti etika kuil. Pertama, para peziarah harus melalui otorii (pintu gerbang). Pintu gerbang itu menyimbolkan hijrahnya jiwa pada tingkatan yang lebih baik. Selanjutnya kita diharapkan menyucikan diri dengan air suci. Kita mencuci tangan, muka, dan meneguk sedikit air suci sebelum memasuki kuil. Dalam perjalanan masuk ke kuil, lemparkanlah koin pada beberapa gentong yang ada disana. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus melepaskan diri dari ikatan kekayaan dan harta benda duniawi. Setelah itu, di dalam kuil kita diminta menundukkan badan sebanyak dua kali, dan menepuk tangan sebanyak dua kali, atau membunyikan bel. Setelah itu menunduklah sekali lagi sebelum keluar. Etika ini perlu diikuti oleh para peziarah sebagai prasyarat menuju ketenangan jiwa.
Masyarakat Jepang yang tingkat kehidupan dan ekonominya jauh di atas kita, begitu “tahu diri” dalam menyambut pergantian tahun. Bukan dengan pesta pora, namun dengan takzim memadati kuil. Merenungkan kehidupan yang sudah berlalu, dan berharap mampu menapaki jalan ke depan dalam lindungan para Dewa. Tak hanya yang tua, namun kebanyakan justru generasi muda, keluarga dengan anak-anaknya, pasangan muda, bahkan para kekasih yang sedang memadu asmara. Mereka rela mengantri berjam-jam untuk merayakan tahun baru dengan syahdu. Kultur spiritual yang kuat memang menjadi kekuatan masyarakat Jepang. Saat dunia berubah dengan pesta pora, kultur ini tak luntur diterpa godaan.
Di negeri kita, awal tahun 2010 ditandai oleh banyak cobaan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Kitapun masih berduka karena berpulangnya Gus Dur, yang kita cintai. Negeri kita sedang dirundung duka dan masalah yang belum usai. Oleh karenanya, kita bersedih melihat pesta pora perayaan tahun baru dengan mercon di mana-mana. Sungguh ironis.

Oshogatsu, Tahun Baru

Di Jepang Tahun Baru dikenal dengan nama Oshogatsu. Jepang telah mengadopsi kalender surya sejak 1873 dan perayaan Tahun Baru dimulai pada tanggal 1 Januari. Berbeda dengan kota-kota besar dunia lainnya, Jepang bukanlah tempat ideal untuk daerah tujuan wisata merayakan tahun baru, kalau yang dicari pesta kembang api, sorak meriah old and new, panggung gembira atau suara bunyi terompet yang bersaut-sautan. Tahun baru di Jepang adalah sebuah keheningan, suasana sepi, malam tahun baru (omishoka), secara tradisi dirayakan dengan amat sangat hening dan dingin.
Suasana Oshogatsu di Jepang,  biasanya  berlangsung selama lima sampai enam hari. Orang Jepang di hari ini tidak pergi untuk bekerja.  Mereka beristirahat dan merayakan liburan bersama keluarga. Sementara itu, ada juga warga Jepang yang menjelang momentum Tahun Baru memilih pergi mengajak putra dan putri mereka merayakan Tahun Baru dengan jalan-jalan ke negara lain. Umumnya kebiasaan ini dilakukan oleh mereka yang sedikit banyak sudah terpengaruh budaya Barat karena sudah beberapa kali melawat ke mancanegara.
Menyambut tahun baru pada sebagian kalangan masyarakat Jepang ada yang memilih pergi ke kuil pada malam Tahun Baru agar bisa lebih khusyuk berdoa dan meraih peruntungannya, tetapi sebagian lagi dari mereka pergi ke kuil untuk berdoa  di pagi hari.  Kunjungan pertama ke kuil Shinto sebelum fajar di hari tahun baru ini disebut Hatsu Mohde, yang berarti kunjungan pertama. Di kuil ini mereka minta berkah untuk tahun yang baru sambil tidak lupa menarik undian berhadiah berupa kertas ramalan alias omikuji.
Pada hari Tahun Baru, keluarga memulai dengan sarapan mochi atau kue dari  beras ketan. Kue beras disajikan dalam sup yang disebut Ozoni.  Sebenarnya ada makanan khusus untuk tahun baru yang disiapkan pada saat Omishoka yaitu Osechi ryouri. Masakan ini merupakan makanan campur-campur yang berwarna-warni dan rasanya manis terdiri atas udang, telur, rumput laut, rebung, ikan, mochi, dan lainnya. Osechi ryouri ditempatkan di dalam juubako atau semacam boks bento bertingkat. Tradisi penyiapan masakan ini dimulai sejak masa Heian (794–1185). Osechi ini berupa satu set masakan dari beberapa menu yang masing-masing  punya arti tertentu seperti kuromame (kacang hitam  sama dengan lambang kesehatan), kombu (seaweed atau rumput laut  yang berarti kebahagiaan), ada yang kuning-kuning  seperti telur atau chesnut (yang berarti  matahari/emas), ada juga udang (artinya hidup sehat sampe tua/bungkuk),  ikan teri (artinya banyak keturunan), renkon (akar lotus yg berlubang-lubang  berarti lihat kedepan), dan seterusnya.
Masyarakat Jepang  biasanya membuat osechi  sekaligus banyak, bahkan bisa bertahan sampai habis itu kira-kira seminggu. Berikutnya setelah seminggu makan osechi, mereka makan yang namanya Okayu no hi atau hari makan bubur yang tujuannya supaya perut kembali normal setelah makan makanan yang sama terus selama seminggu. Tapi berhubung orang jaman sekarang sangat praktis,  banyak yang akhirnya membeli di Supermarket  meskipun mahal.  Untuk porsi sekeluarga cukup untuk satu hari saja, harganya  bisa mencapai puluhan ribu yen (jutaan rupiah).
Selain masalah makanan tahun baru, di Jepang juga mempunyai  tradisi seperti tradisi tahun baru di Asia, orang dewasa memberi uang atau angpou kepada anak-anak pada Hari Tahun Baru yang dsebut  Otoshi-dama  atau  harta karun tahun baru. Anak-anak menyambutnya dengan riang gembira, kemudian bermain layang-layang atau bermain kartu tebak-tebakan yang variasinya banyak sekali dan menyenangkan berbagi bersama famili dan kerabat. Pada hari ini juga setiap keluarga akan menerima kiriman segepok nengajo (kartu tahun baru) dari teman dan kerabat yang oleh pak pos diberikan saat pagi di tahun baru. Mereka membacanya bersama seluruh keluarga sambil mengingat-ingat kebaikan orangnya.
Bagi yang tinggal di Tokyo, pada hari kedua tahun baru, tepatnya tanggal 2 Januari, bisa mengunjungi kediaman kaisar (Imperial Palace) yang biasanya terbuka untuk umum pada hari tersebut. Di sana setiap jam tertentu Kaisar dan keluarga akan keluar ke balkon yang tertutup kaca sambil melambai-lambaikan tangan dan mengucapkan  beberapa patah kata ucapan selamat tahun baru untuk rakyatnya. Masyarakat lain juga bisa menyaksikannya melalui siaran televisi. Demikianlah suasana Oshougatsu di Jepang yang berbeda dari negara kita.  (Disusun oleh Upik Kesumawati Hadi, Alumni Persada Bogor, IPB)

Senin, 21 Mei 2012

Tahun Baru di Jepang

Tahun baru di Jepang suasananya sebenarnya mirip dengan lebaran di Jepang. Ketika pergantian tahun ini, sekolah, perusahaan, bahkan pertokoan juga libur mulai dari dua hari sampai dua minggu, bergantung dari kebijakan masing-masing. Ketika saya datang ke Jepang di awal tahun 2000-an, saat-saat tahun baru adalah masa yang cukup menyulitkan. ATM tutup sekitar 5 hari dan toko-toko baru buka kembali pada tanggal 3 atau 4 Januari. Sementara itu, tidak banyak orang Jepang lalu-lalang di tempat-tempat umum. Jadi, ketika mengajak keluarga jalan-jalan pada tahun baru, alih-alih mendapatkan keramaian, justru mendapatkan kesulitan karena sulit mencari makanan. Namun, itu kisah dulu. Sekarang tahun baru di Jepang sudah agak lebih ramai. Beberapa department store bahkan sudah buka pada pagi hari tanggal 1 Januari. Begitu juga dengan restoran, terutama restoran berjaringan yang punya cabang di mana-mana.
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh orang Jepang pada tahun baru adalah hatsumoude (初詣) atau kunjungan pertama kali ke kuil pada tahun yang baru. Ini bisa dilakukan di kuil Buddha (お寺) atau kuil Shinto (神社). Pada gambar di bawah ini tampak kegiatan hatsumoude yang dilakukan oleh warga Jepang di kuil Buddha Soujiji (総持寺) di Tsurumi, Yokohama, Kanagawa. Sejak pagi hari mereka sudah berkunjung ke kuil untuk memohon doa keselamatan dan kesuksesan bagi mereka pada tahun yang baru.
Biasanya orang-orang juga mengambil kertas keberuntungan omikuji (御神籤) untuk mengetahui peruntungan mereka pada tahun baru ini. Jika ramalan pada kertas itu menunjukkan hal sebaliknya, atau ketidakberuntungan, kita harus mengikatkannya pada tempat yang sudah disediakan. Itu diharapkan dapat membuang kesialan yang kita terima. Nah, di samping menjalani kehidupan mereka yang sangat modern, orang-orang Jepang ternyata masih menjalankan juga kegiatan-kegiatan yang masih tradisional.

Hagoita Ichi, Pasar Tahun Baru di Jepang
Menjelang Tahun Baru, ada festival unik di Tokyo, Jepang. Festival Haigota Ichi namanya. Orang-orang membeli jimat keberuntungan berbentuk seperti raket badminton berbahan kayu. Jangan lewatkan acara ini jika Anda berlibur akhir tahun di Negeri Sakura itu.

Hagoita Ichi adalah festival tradisional yang sudah dimulai dari Periode Edo. Festival ini diadakan pada tanggal 17-19 desember di Kuil Sensoji di Akasuka. Kuil ini dipilih karena merupakan tempat terbaik untuk melihat Kota Tokyo. Festival diadakan di dekat aula utama kuil. Lebih dari 50 stand di area terbuka akan menjual haigota, layangan dan berbagai pernak-pernik Tahun Baru.

Hagoita adalah semacam raket berbahan papan persegi panjang dengan pegangan yang digunakan untuk bermain hanetsuki, permainan mirip bulutangkis. Permainan ini dimainkan pada Tahun Baru untuk menyambut musim semi.

Pada abad ke-17, tepatnya ketika periode Edo, hagoita mulai dilukis untuk dijadikan jimat keberuntungan. Awalnya, haigota dilukis dalam gambar sederhana, seperti pohon cemara, bambu dan bunga plum. Namun lama-kelamaan gambarnya menjadi semakin rumit dan dengan komposisi dan warna yang semakin jelas. Mereka biasanya melukis hagoita dengan gambar Kabuki, artis dan karakter anime. Meski Hagoita Ichi sudah ada sejak abad ke-17, namun festival ini baru dikenal banyak orang setelah Perang Dunia ke-2.

Hagoita yang dijual di festival Hagoita Ichi bukanlah yang untuk dimainkan. Karena sebenarnya, hagoita yang sudah dihias dipercaya bisa menjadi jimat keberuntungan. Festival tahunan ini selalu ramai oleh ribuan orang yang datang dari seluruh penjuru kota di Jepang.

Tradisi memberikan haigota sebagai jimat keberuntungan sudah ada sejak lama. Biasanya haigota diberikan untuk anak yang baru lahir. Pemberian ini diharapkan semoga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang sehat. Selain untuk anak yang baru lahir, hagoita juga diberikan bisa diberikan ke kerabat atau keluarga.

Jika Anda telah merencanakan menghabiskan tahun baru di Jepang, jangan lupa kunjungi Festival Hagoita Ichi. Selain menikmati keramaian festival tradisional yang unik, Anda juga bisa membeli beberapa jimat keberuntungan yang bisa dijadikan oleh-oleh. Festival ini dimulai pukul 10.00-22.00 malam waktu setempat.

Menjelang pergantian tahun, pada umumnya Jepang mulai disibukan dengan berbagai macam acara. Tahun baru Jepang dapat dibaratkan dengan ‘hari raya’ tahunan. Beberapa agenda mulai disusun, baik itu dalam lingkup lingkungan kerja, keluarga ataupun perorangan. Aktivitas orang-orang yang akan ‘pulang kampung’ mulai terlihat lalu lalang di sekitar stasiun kota ataupun macetnya antrian jalan raya oleh kendaraan yang akan mudik.

Beberapa agenda pergantian tahun baru Jepang, diantaranya:

1. Bounenkai (忘年会)

Salah satu tradisi ataupun kebiasaan yang diadakan beberapa company ataupun perkumpulan organisasi di Jepang yang diadakan di sekitar akhir Desember, menjelang tutup buku tahunan. Arti secara terminologi dilihat dari kanji yang tertulis, “Bonenka (忘年会)” memiliki makna: Pesta/kumpulan untuk melupakan tahun (lama).

Untuk mensukseskan acara bonenkai ini, biasanya satu orang akan ditunjuk menjadi ‘Kanji (幹事)’ yang bertugas menjadi koordinator; Mengkoordinasi acara, melakukan pemesanan tempat dan menghubungi orang-orang yang akan berpartisipasi dalam acara tersebut.



Biasanya, jauh-jauh hari, beberapa restaurant ataupun hotel sudah penuh terpesan oleh beberapa group yang ingin merayakan bonenkai. Acara ini diawali dengan ‘Kanpai’ (minum bersama) yang kemudian dilanjutkan dengan makan-makan, berkaraoke, atau minum-minum sampai mabuk hingga larut malam. Berusaha melupakan beberapa hal yang ‘tidak menyenangkan’ selama menjalani kerja satu tahun berjalan.

2. Oosouji (大掃除)

Oosouji adalah kegiatan `kerja bakti` bersih-bersih rumah yang dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari pernak-pernik kecil seperti lampu, hiasan rumah, sampai hal yang besar seperti: dapur, beranda, ruang tamu, kamar mandi.

Dilakukan bersama-sama seluruh anggota keluarga, untuk menyambut datangnya tahun baru. Agar rumah nampak bersih, siap menerima tamu serta bergembira menyambut para arwah leluhur yang akan datang di tahun baru.

Oosouji ini merupakan agenda rutin tahunan keluarga. Akhir-akhir ini, bagi kel uarga yang sibuk, tersedia agen-agen oosouji yang dapat dipanggil saat menjelang akhir tahun untuk membantu membersihkan seluruh rumah.

3. Tahun Baru: Oomisoka(大晦日), Oshougatsu (お正月) & Gantan ( 元旦)


Oomisoka (大晦日) adalah malam tahun baru, dirayakan pada tanggal 31 Desember. Di malam tahun baru (Oomisoka)orang Jepang memiliki tradisi memakan mie khas Jepang bernama Soba (そば) yang disebut “Toshikoshi Soba”. Dengan menyantap soba, dipercaya bahwa tahun baru dapat dijalani dengan lancar tanpa adanya hambatan yang besar serta panjang umur.