Minggu, 11 April 2010

cerpen

PAK YANTO

Berbicara mengenai guru, aku merasa bersalah sekali mengingat peristiwa itu. Peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan sepanjang hidup. Aku benar-benar sangat menyesal telah menyia-nyiakan hari-hari terakhir bersama dengan seseorang yang aku kagumi. Dan aku baru menyadarinya setelah beliau pergi meninggalkan kami.

“Selamat pagi, anak-anak” pak Haryanto menyapa anak-anak begitu ia sampai di mejanya. Kami menyambut salamnya. Seperti biasa laki-laki 40-an yang biasa kami panggil Pak Yanto, sebelum pelajaran dimulai, selalu menyelipkan kata-kata motivasi. Kami menyukainya. Ia sosok guru yang pandai memberikan motivasi sekaligus sosok guru yang tegas dan disiplin. Baginya suara ribut ketika ia sedang menerangkan adalah sesuatu yang memalukan. Itu sama saja menyepelekan materi yang ia sampaikan. Seperti yang terjadi pagi itu.

Tiba-tiba saja.

“Plak”, penghapus dari gabus itu mendarat di wajah Doni.

“Jangan berbicara saat saya menerangkan. Bicaranya nanti saja setelah istirahat, paham!!” Pak Haryanto menatap tajam ke seluruh ruang kelas.

“Bukankah bapak tadi sudah memberitahu kalian, disaat guru menerangkan jangan ada yang berbicara” wajah Pak Haryanto yang biasanya simpatik menegang.

Doni memang terkenal ribut sendiri ketika pelajaran berlangsung. Bukan hanya pelajaran Pak HAryanto. Namun, tindakan Pak Haryanto melempar penghapus baru kali ini terjadi.

Di kantin sekolah.

Semua teman-temanku sedang berkumpul membicarakan sesuatu.

“Gak nyangka lho, ternyata pak Haryanto orangnya kejam. Masa, Doni ribut aja langsung dilempar pake penghapus. Kan sakit…” kata Sita.

“Iya bener juga, lagian Doni tidak harus dilempar. Sebaiknya beliau menegurnya terlebih dahulu” sambung Nisa yang duduk disamping Sita.

“Kalau aku sih anggap wajar saja dengan cara mengajar Pak Yanto. Itu lebih mendidik, sehingga murid-muridnya benar-benar memperhatikan pelajaran yang ia berikan. Tahu sendiri kan sulitnya pelajaran Fisika?” bela Kilan.

“Disiplin sih disiplin. Tapi tidak seharusnya memperlakukan muridnya dengan cara kasar, “ kata Sari. Kilan hanya mengangkat bahunya dan berlalu.

Jujur, aku suka dengan cara mengajar Pak YAnto. Tapi, aku tidak terlalu suka apabila beliau memperlakukan murid dengan cara kasar. Ada yang bilang memperlakukan seseorang dengan cara kasar, orang tersebut akan menjadi lebih kasar lagi. Oleh karena itu, kita harus memperlakukan seseorang dengan baik, lembut.

Apa yang dilakukan Pak YAnto menyebar di seluruh sekolah. Bahkan sebagian anak sekolah melaporkan Pak YAnto kepada kepala sekolah. Ya tindakan yang baru pertama kali dilakukan oleh Pak YAnto itu berujung petaka. Beliau mendapatt hukuman dari sekolah. Meski kami tidak tahu apa wujud hukumannya.

Gaya mengajar Pak Yanto tidak berubah. Beliau tidak pernah menyinggung peristiwa yang sudah berlalu. Secara pribadi, ia sudah meminta maaf kepada Doni dan keluarganya. Namun, ia tetap mengingatkan kepada siswanya, bahwa ia tidak akan pernah suka jika ada murid yang ramai saat ia mengajar.

Sampai akhirnya, suatu pagi. Dengan wajah tenang ia masuk ke kelas. “Saat minta maaf, jika cara mengajar saya dinilai keras oleh kalian. Tapi percayalah apa yang saya lakukan adalah demi bekal kalian di masa depan. Saya akan pindah ke luar kota…”, selanjutnya kata-kata Pak YAnto ditelingaku tidak terdengar jelas. Kepalaku seperti berputar, mengingat lagi gaya Pak YAnto mengajar.

Mengingat kembali, bagaimana nilai-nilai pelajaran Fisika kami yang semakin baik setelah diajar beliau. HAri-hari selanjutnya yang ada dihati kami adalah penyesalan. Kami menyadari cara mengajar Pak YAnto mungkin bukan cara terbaik, tapi kami merasakan dengan cara beliau mengajar, nilai-nilai kami menjadi lebih baik.

Tidak ada komentar: