Dalam doa, aku berucap
Ya Allah jadikanlah hambaMu ini berada dekat denganMu dengan selalu mengingatMu
Biarkan hambaMu selalu mengucap syukur atas segala karunia yang Kau berikan selama ini
Buanglah semua sifat negatif yang selama ini menguasai diriku
Jauhkanlah hamba dari segala marabahaya dan kesesatan di dunia
Berikanlah hamba kesempatan untuk menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua dengan membalas jasa mereka
Berikanlah hamba kesempatan untuk bisa berkumpul kembali dengan keluargaku, mbah mi, keluarga besar komunitas Atsuki dan juga teman-temanku di Jayapura di akhirat kelak
Berikanlah hamba pendamping hidup yang lebih baik dariku, baik dari agamanya maupun perilakunya agar menjadi panutan bagi anak-anakku nanti sekaligus buatku
Dinding bersekat itu telah lama tertimbun kenangan masa lalu diantara perjumpaanku dengan mereka
Sekelebat bayangan itu masih terus menghantuiku
Genggaman tanganku tak bisa meraih wujudnya
Mengabur dalam ingatan
Perihnya luka ini hanya mampu tersimpan rapi dihati
Menangis dalam diam
Melantunkan sebuah doa dan harapan diantara nyanyian kehidupan yang disiarkan melalui rentetan berderaknya hujan di tengah malam kubersujud
THIS
LOVE
Apakah ini yang
dinamakan cinta?
Setiap detik yang
berlalu
Aku ingin selalu
Melihatnya tertawa
Ingin selalu berada
di sampingnya
Ingin menemuinya
Ingin membagi
segala keluh kesah dengannya
Aliran darahku
tidak bisa berhenti berdesir setiap kali memikirkannya
Hati ini selalu
berharap
Hal itu akan
terwujud
Aku selalu dan akan
tetap menyukainya selamanya
To : seseorang yang mengisi relung hatiku
sekaligus cinta pertamaku
Kemenangan
Ribuan cahaya dari uluran tangan kami timbul
tenggelam diantara riuh rendah ucapan Minal Aidzin Wal Aidzin
Angin pun turut memeriahkan acara syawalan ini
Menerbangkan musim panas menjadi dingin
Warna putih mendominasi hati suci lahir bathin
Tak sabar menanti bulan ramadhan tiba lagi
Peristiwa bersejarah ini diakhiri dengan kemenangan
Dimana semua umat muslim maupun non muslim saling
memaafkan
Memerangi kebencian dan kesalahan
Membuat cahaya bintang menyelimuti tubuh kami
Mengantarkan kami pada kedamaian
Kutukan Dewa Megure
Liburan
panjang telah menanti. Selama tiga minggu, Hikoboshi melampiaskan
kesendiriannya berlibur ke rumah neneknya. Awal bulan Ramadhan memang selalu
ditunggu oleh sebagian besar umat Islam di seluruh penjuru negeri. Dan,
menikmati hamparan sawah merupakan hal menyenangkan yang akan dilakukannya,
ditengah hiruk pikuknya jalanan kota Semarang. Tanpa harus memusingkan masalah dirinya
yang masih menggantung. Pikirannya mengelana ke masa lalu. Dan, inilah saat
yang ditunggunya. Bertemu dengan Orihime, kekasihnya.
“Nak, kenapa melamun di tengah sawah?. Masuklah dulu.
Kami menyiapkan makanan dan minuman untukmu. Udara di sini begitu dingin” kata
Nenek Kei mengagetkan Hikoboshi dengan menepuk pelan bahunya, menoleh menatap
walinya sekilas, lantas membalikkan wajahnya kembali.
“Terima kasih. Tapi, aku sedang menunggu seseorang. Kabar
yang kudengar dia sedang dalam perjalanan menuju kemari. Sudah lama aku
menantikannya, dan tidak mungkin kutunda lagi, Nek.” Hikoboshi berkata lirih.
Pikirannya seperti menerawang.
Bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi bintang Lyra sebagai Orihime (Shokujo) dan Bintang Altair yang berada di rasi bintang Aquila dikisahkan sebagai
Hikoboshi (Kengyū). Hikoboshi rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit
untuk menikahi Orihime. Hikoboshi tinggal dipisahkan sungai Amanogawa (galaksi Bima Sakti) dan hanya
diizinkan bertemu setahun sekali di malam hari ke-7 bulan ke-7. Kalau kebetulan
hujan turun, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa
menyeberangi sungai untuk bertemu suami. Sekawanan burung kasasagi terbang menghampiri Hikoboshi
dan Orihime yang sedang bersedih dan berbaris membentuk jembatan yang melintasi
sungai Amanogawa supaya Hikoboshi dan Orihime bisa menyeberang dan bertemu dan
kereta denliner juga dilibatkan agar mereka bisa menyebrangi dunia.
Kereta denliner melaju dengan kecepatan sedang, tepat
setelah Nenek Kei berjalan menuju ke dalam rumah. Rel kereta denliner perlahan-lahan menghilang,
hingga berhenti menurunkan penumpang, sebelum kereta kembali melaju ke atas,
meninggalkan Orihime yang tengah berdiri di tepi jalan, menghadap ke sebuah
rumah tua di depannya. Perlahan, berjalan mendekati Hikoboshi mendengarkan lagu
Yui sambil sesekali kepalanya bergoyang-goyang riang.
“Ada apa kamu memanggilku?. Bukankah kamu sudah tahu
kalau aku tidak bisa menemuimu setiap hari?. Kita sedang dihukum. Dan, hari ini
bukanlah tanggal tujuh bulan tujuh. Itu saja, aku hanya diberi ijin satu jam
untuk mengobrol. Jadi, apa yang ingin kamu sampaikan?.” Orihime berkata cepat,
tanpa memberi kesempatan dirinya untuk menarik napas.
Hikoboshi lantas melepas aerphonenya dan beranjak dari duduknya. “Kamu sudah datang?.
Duduklah.” Ia menepuk-nepuk tempat di sebelahnya seraya melayangkan senyuman
tipis, sebelum mendaratkan tubuhnya kembali. “Kita sebenarnya bisa menghapus
peraturan yang dibuat Dewa Megure. Aku punya ide bagus” lanjutnya lagi setelah Orihime
duduk.
Kemarahan tiba-tiba menggelegak di dalam hati Orihime.
Bangkit berdiri, sepasang matanya membulat. “Kamu pikir semudah itu?. Kedua
orang tuaku sedang ditawan. Dan, dengan melanggar peraturan, itu akan semakin
sulit bagi kita untuk membebaskan mereka.”
“Aku tahu itu. Kekuatanku sudah diambil olehnya. Tapi,
dengan penyatuan kesucian hati umat manusia di bulan ramadhan ini, sudah cukup
bagiku untuk melawan dewa Megure karena yang kubutuhkan ketulusan dari mereka.”
Alis Orihime saling bertaut heran. “Bagaimana caranya?.”
“Tunggulah sampai satu bulan ke depan. Setelah saat itu
tiba, kita bereskan masalah ini bersama dan membebaskan kedua orang tua kita”
ujar Hikoboshi menggebu-gebu. Tatapan kedua matanya membara.
“Aku masih belum mengerti” lanjut Orihime tak acuh.
Tampak, ia tak begitu bersemangat menanggapi ide temannya. Baginya, melakukan
rencana itu merupakan hal yang mustahil.
Sambil berkacak pinggang, Orihime hanya menatap Hikoboshi
datar. “Entahlah. Idemu itu selalu konyol. Kau masih ingat bagaimana kekuatan Ayah
bertambah menjadi kuat berkat onigiri yang dimakannya?.”
“Aku tahu. Tapi, sekuat apa pun dia, pasti ada
kelemahannya. Dan, aku sudah menemukan titik kecil lubang itu.” Hikoboshi
berhenti sejenak, mengamati reaksi Orihime. “Kita bisa mengalahkannya disaat
suara takbir berkumandang. Dengan bantuan para lebah, kita bisa mengumpulkan
kumpulan cahaya ketulusan dari orang-orang pada saat shalat Idul Fitri nanti.”
“Waktuku sudah mau habis. Aku harus pergi.”
“Tunggu!. Jangan pergi sekarang!.” Bersamaan dengan itu,
pendar-pendar kertas saling beterbangan, meninggalkan bekas potongan wajah
Orihime. “TIDAK…!.” Jeritan Hikoboshi terdengar hingga Nenek Kiba keluar rumah.
***
Daerah Elder Tale tampak ingar bingar oleh perdebatan
antara Orihime dengan Dewa Megure, yang tidak lain adalah Ayahnya sendiri.
Ziiing… Rentetan angin puyuh segera menghantam tubuh
Orihime ke belakang. “Sekarang kamu tahu perbedaan kekuatanku denganmu, kan?.
Jadi, sebaiknya kamu menurut saja apa permintaanku kalau ingin kedua orangtua
Hikoboshi selamat.” Dengan nada sombong, tubuh Dewa Megure melayang tinggi
dihadapan gadis tersebut.
Willow Spirits,
Orihime mengunci kaki Dewa Megure menggunakan tongkat kayu berbentuk pohon
dalam gerakan cepat, membuatnya terjengkang.
Namun, Dewa Megure segera bangkit dan berjalan mendekati
Orihime. Dengan menggunakan tetes mata ajaib, tanya jawab pun akhirnya
berlangsung tanpa ada perlawanan dari Orihime. “Sekarang, kamu akan menjadi
mata-mataku buat Hikoboshi. Ceritakan apa saja apa rencananya untuk melawanku.”
***
Minggu terakhir bulan Juli, tepat bulan Ramadhan hampir
berakhir.
Wajah-wajah
garang para penjaga gerbang penjara Elder Tale tak pernah lengah sedikit pun,
seolah jika berhenti sesaat saja akan tamatlah riwayat mereka ditangan Dewa
Megure, yang meskipun nantinya bisa hidup kembali di katedral. Diantara puluhan
jeruji besi tersebut, kedua orangtua Hikoboshi tertawan. Yang tidak lain
penyebabnya adalah kemarahan Dewa Megure terhadap hubungan pasangan remaja
tersebut dikarenakan Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi
menggembala sapi, membuat Dewa Megure menerapkan hukuman jika mereka bertemu
kedua orangtuanya berubah menjadi goblin selamanya.
Gerbang transportasi kereta denliner tiba-tiba muncul di
depan penjara Elder Tale. Hikoboshi melompat dan setengah berlari menghampiri
dua pasang suami istri yang sedang tertawan di dalam jeruji besi. “Ayah, Ibu…”
Napasnya terasa sesak saat melihat keadaan mereka. “Sebentar lagi aku akan
membebaskan kalian berkat kekuatan baruku dan akan membalas perlakuan Dewa
Megure.”
“Sudah kuduga kau pasti akan kemari.” Suara Dewa Megure
menggelegar bagai petir ditengah panasnya suasana hati Hikoboshi. “Lihatlah
jiwa Orihime, kekasihmu ini. Bagaimana pendapatmu?.” Sepasang mata Dewa Megure
melirik sekilas menatap gadis tersebut tanpa kesadaran.
Kedua tangan Hikoboshi terkepal. “Keterlaluan!. Apa yang
kau lakukan pada Orihime?!.”
Seringai licik di sudut bibirnya terulas. “Aku hanya
mengalihkan pikirannya agar menuruti permintaanku.”
Hikoboshi tak memberi ampun pada lawannya. Serentetan
tendangan dan jurus segera melayang ke arah Dewa Megure. Duel terkuat pun tak
terelakkan lagi.
Burned Strike.
Satu pukulan telapak tangan Hikoboshi menghantam tanah, bersamaan dengan
menghindarnya Dewa Megure ke tempat lain.
Serpent Bolt. Aliran
petir keluar dari tongkat besi Dewa Megure, dan dibalas Hikoboshi dengan Forst Spear. Tebasan melingkar pedang
katana Hikoboshi berhasil mengenai leher Dewa Megure hingga jatuh terduduk
disusul para lebah mulai menyerang anggota tubuhnya yang fital. Napasnya
tersengal-sengal. Darah segar membanjiri daerah sekitar, bersamaan dengan
menghilangnya titik-titik tubuh Dewa Megure menjadi serpihan gelembung.
Jeruji besi penjara terbuka sendiri. Hikoboshi menghambur
ke dalam pelukan kedua orangtuanya. “Ayah, Ibu, apakah ada yang terluka?.”
Belaian hangat tangan Hikoboshi hanya mengambang di udara. Kenapa?
“Hahaha… Keluarga kalian tidak akan bisa bersatu, begitu
juga dengan hubungan antara sepasang kekasih karena aku sudah menghilangkan
ingatan mereka tentangmu. Tanpaku, kekuatan itu tak akan terlepas.”
Samar-samar, suara Dewa Megure terdengar hingga lenyap seutuhnya.
Begitulah keadaan kota Elder Tale pada tahun-tahun
berikutnya. Masing-masing tak ada yang saling kenal. Seolah sikap tak acuh
merupakan hal biasa diantara mereka. Dewa Megure juga menghapus ingatan Orihime
mengenai kehidupan sebelumnya sehingga gadis tersebut dan Hikoboshi tidak
pernah bertemu selamanya.
Kemerdekaan Bulan Ramadhan
Detik-detik bulan Ramadhan telah tiba
Musim-musim berpuasa telah dijalani umat muslim sedunia
Lantunan nyanyian bunga sakura turut memerdekakan hari suci dan ketulusan ini
Ditengah hamparan padang rumput menghijau
Kumpulan kupu-kupu beterbangan mencari madu
Berlomba-lomba mencari kebaikan dan pahala
Dimana para setan dikurung
Agar langkah para manusia terasa ringan
MenghadapNya dengan ketakwaan melebihi diri sendiri
Merasakan kenikmatan tatkala tubuh dan jiwa bersatu
Bersujud, mengucapkan doa dalam kekhusyukan
Membuat irama nadi mengalir deras dan merasakan suasana ketenangan
Merayakannya dengan mendatangi masjid beramai-ramai
Membuat karya sebelum hari raya idul fitri tiba, dimana nantinya akan berkeliling kampung
Baik itu berjalan kaki maupun menaiki mobil
Untuk dinilai oleh dewan juri
Pemenangnya akan diberi sebuah piala bergilir
Menaungi
Indahnya Bulan Ramadhan
Hampir memasuki
bulan ramadhan, mari kita perbanyak melakukan kegiatan positif dan semakin
mendekatkan kegiatan positif dan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Buang
semua amalan buruk dan ambillah hikmah dari segala cobaan yang Allah berikan
kepada kita. Sesungguhnya, orang yang dapat melakukan perubahan adalah orang
yang disayangi dan diberkahi Allah. Keyakinan akan kunci keberhasilan dalam
memerangi hawa nafsu salah satunya menuju gerbang kesuksesan dan kesucian di
hadapanNya. Bersih dari akhlak, ibadah, dengki, pesimistis, indahnya gemerlap
dunia niscaya menjadikan kita semakin bertawakal. Berdzikirlah untuk meminta
pertolongan dan kedamaian hati dalam keadaan suka maupun duka. Seorang
pemberani memiliki sikap yang teguh dan emosi yang terkendali, keyakinan yang
menancap tajam, syaraf yang dingin dan hati yang lapang. Maka, ingatlah selalu
kepada Allah dimana pun kita berada, sedang apa dan kapan pun.
DIA
Kehadirannya terbayang dalam mimpi
Menghadirkan aliran hangat di sekujur tubuhku
Tanpa sadar, ku tersenyum
Bertemu dengannya
Berpetualang dengannya
Tak dapat kulukiskan bagaimana perasaanku saat itu
Kebahagiaan dan rona merah menjalari wajahku
Kelopak bunga mawar mengembang di dalam hatiku
Namun, terputus di tengah jalan
Khalayanku pun terhenti
Kusentak terbangun
Mengeluh pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa
Adegan itu telah berganti layar
Tertutup sudah tirai imajinasi itu
Super
Sentai
Toloong!
Bersamaan dengan teriakan para warga yang ketakutan, dua
monster pun muncul. Menimbulkan kegemparan tiba-tiba. Mengacak-acak kehidupan
teratur masyarakat. Memandang dingin tak acuh dan dingin.
Seolah
mendapat panggilan jiwa, beberapa super sentai membasmi kejahatan monster
tersebut.
***
“Jangan
lakukan itu, Kak Ayame” pinta Rukia memelas. Bulir-bulir air mata sempat
tertahan di kelopak matanya. Berusaha memberontak dari cekalan tangan Momohiko.
Seolah tak mendengar teriakan
adiknya, Ayame terus menyerang Ichigo buas. Tubuhnya yang telah dimasuki roh,
tak mengerti jalan pikirannya sendiri. Gerakannya dikendalikan oleh monster
tersebut.
“Hei, melamun
saja.” Kekagetan Rukia terjawab begitu wajah Ichigo muncul di hadapannya. “Ada
sesuatu yang sedang kamu pikirkan?.” Lelaki itu melayangkan rasa penasarannya
sambil menarik kursi di samping temannya.
“Kejadian Kak Ayame menyerangmu, apa penyebabnya?. Kenapa
kamu bisa menjadi super sentai?. Apa kamu terpilih?.” Pertanyaan beruntun dari Rukia,
sanggup menyentakkan Ichigo dari kesadarannya. Kebingungan menyergapnya.
Wajah Ichigo berubah tegang. “Bagaimana kamu tahu kalau
aku bisa berubah?.”
“Aku sengaja menyelidiki kasus hilangnya Kak Ayame. Dari
wartawan yang meliput, aku mendapat informasi kalau ada pahlawan yang selama
ini membasmi monster tersebut. Dan, ternyata itu temanku sendiri.”
Tiba-tiba suara riang Momohiko memecah ketegangan
diantara Ichigo dan Rukia. “Sedang membicarakan aku, ya?.” Ia menatap
bergantian temannya. Menggandeng Rukia sambil mengedipkan sebelah matanya. “Oh,
kamu sedang menarik hatinya Ichigo, ya?”.
Rona merah menjalari wajah Rukia. “Ayo kita makan.”
Sebelum terlalu jauh menyeret lengan Momohiko, Rukia sempat memandang Ichigo yang
dalam sekejap melupakan pembicaraan mereka, “Kamu mau ikut?.”
“Tidak. Terima kasih.” Ichigo membalas dengan senyuman.
***
“Kenapa sih kamu
tidak berkata jujur saja tentang perasaanmu kepada Ichigo sebelum direbut orang
lain?.” Suara cempreng Momohiko mengalahkan suasana ingar bingar kafetaria
terdekat.
“Entahlah. Aku seperti merasa kalau Ichigo berbeda dari
biasanya semenjak dia selalu menghilang. Kebersamaan kami mulai merenggang. Dia
seperti asyik dengan dunianya sendiri. Setelah kedua orangtuanya ditahan
monster, keceriaan di wajahnya tiba-tiba pudar dan terlihat tegang.” Sambil
setengah melamun, Rukia memaparkan gejolak hatinya.
Kegemparan tiba-tiba akibat hadirnya monster, membuat
keadaan kafetaria menjadi kacau. Orang-orang berlarian tak tentu arah.
Dalam waktu kurang dari semenit, monster kadal menangkap
Rukia dari belakang, ketika Ichigo lengah. “Kak Ayame…” Panggilan itu tak juga
menyadarkan saudaranya.
“Lepaskan
dia” hardik Ichigo dalam kostum super sentainya seraya mengacungkan pedang
laser berbentuk kepala singa.
Tatapan
sinis keluar dari wajah dua monster itu. Dengan arogan, salah satu dari mereka
tertawa mengejek, “Jangan berharap setinggi itu. Langkahi dulu kami sebelum
mimpimu itu terwujud.” Terlihatlah sebuah kereta shinkasen tengah melintas dan
membawa serta Rukia ke dalamnya.
“Jangan
bawa dia” teriak Ichigo, dimana suaranya telah ditelan oleh hilangnya kereta
shinkasen tersebut dari pandangan. Pluto,
lagi-lagi organisasi itu.
“Sampaikan
salamku buat gurumu, Morihiko Dan kalau ingin anak ini selamat, dia harus
menghadapiku dulu.” Suara monster kadal terdengar samar-samar, membuyarkan
lamunan Ichigo.
***
1981. Tahun itu begitu berbekas
diingatan Morihiko Dan berumur empat belas tahun. Mempunyai teman seperti Ryu
Amakusa membuatnya mengerti arti kekeluargaan. Bersama-sama, mereka membuat penelitian.
Namun, baru jalan dua bulan, Ryu Amakusa tiba-tiba menghilang. Dan,
terbentuklah organisasi Pluto, dimana tujuan mereka adalah menggaet orang-orang
yang mempunyai tujuan menciptakan dunia ideal, yakni dunia dimana hewan mampu
berbicara seperti halnya manusia. Keinginan kuat untuk mengalahkan Morihiko
Dan, membuat Ryu Amakusa diselimuti perasaan iri dan dengki.
***
Terengah-engah,
Ichigo dan teman-teman super sentai berlari mengejar gurunya, “Guru, biarkan
kami ikut membasmi pluto.”
“Sebaiknya,
kalian menjaga bumi sebelum terjadi peperangan yang dahsyat. Aku yakin, tujuan
utama pluto menangkap manusia untuk dijadikan bahan penelitian yang selanjutnya
untuk digunakan menjajah bumi.” Nada suaranya yang tegas, mampu membuat anak
didiknya bergeming. Meresapi setiap kalimat yang meluncur dari mulut gurunya.
Dan, akhirnya mereka pun mengangguk.
Dan,
benar saja. Sekumpulan prajurit perang pluto turun ke bumi, memporakporandakan
suasana sekitar. Menyerang tak kenal ampun menggunakan pedang katana yang
berpendar kemerahan. Ichigo dan teman-temannya segera berubah wujud dan melawan
menggunakan pedang wakizashi.
Sementara
diatas kereta, Morihiko Dan berusaha membujuk teman lamanya supaya berdamai.
“Apa maksudmu menciptakan dunia ideal?.”
“Dunia
dimana tidak ada peperangan.”
“Tidak
ada peperangan?. Lalu, kamu melakukan uji coba terhadap manusia, dan
menjadikannya seperti hewan apa itu dunia ideal?. Sungguh miris kehidupanmu”
hardik Morihiko Dan mencibir. Rahangnya mengeras. Berusaha tetap tenang dan
memasang wajah datar.
“Kamu
tidak berhak menghakimiku, Dan. Pertemanan kita sudah putus sejak kamu
mengambil jalan yang berbeda denganku.”
“Aku
meyakini hal yang benar. Sedangkan kamu menentukan jalur yang berkebalikan.
Sadarlah, Teman. Kita ini hidup berdampingan. Kalau kita bekerja sama, aku
yakin dunia ideal dalam arti positif akan terwujud.” Morihiko Dan tak henti
meneriakkan janji perdamaian kepada Ryu Amakusa. “Sekarang, tolong lepaskan
orang-orang yang kamu tawan dalam wujud hewan itu. Mereka tidak bersalah.
Jangan menyalahgunakan hasil penelitianmu.”
“Ayo
maju!.”
Morihiko
Dan terpaksa melawan sabetan pedang Ryu Amakusa. Sebuah panah melesat ke arah
temannya, dan berhasil mengelak. Persaingan terus berlanjut, hingga kereta
Shinkansen berubah menjadi sebuah robot gundam. Hingga para super sentai
membalasnya dengan memanggil semua kamen rider hingga kekuatan mereka tergabung
dan kekalahan menghampiri Ryu Amakusa. Kertas warna-warni langsung berhamburan,
menandakan berakhirnya peperangan tersebut.
Tubuh
Kak Ayame, Rukia dan semua orang-orang yang ditangkapnya keluar dan hampir
jatuh sebelum para super sentai menahannya. Rukia segera mendekati kakaknya
sambil terisak.
Melihat
apa yang terjadi, Ichigo tidak bisa tinggal diam begitu saja. Ia mendekati
temannya dan menepuk pundaknya setelah kembali ke wujud asalnya lagi. “Rukia,
kamu tidak apa-apa?.”
“Kak
Ayame…”
“Dia
hanya pingsan. Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit.” Ichigo terdiam sejenak,
setelah memutuskan akan melontarkan kalimatnya atau tidak. “Dan, mengenai
jawaban atas pertanyaanmu kenapa aku memilih mengorbankan nyawa demi
menyelamatkan bumi adalah tidak ada alasan untuk itu. Aku perasaan lega dan
senang saja melihat kita hidup berdampingan dengan sesama makhluk hidup.”
“Aku
mengerti.” Rukia memberikan senyuman menenangkan, sebelum meninggalkan tempat
kejadian. Itu sudah mewakili jawaban mengenai perasaannya.
Balas
Jasa Hachiko
“Hachiko,
kemari…” panggil Yamamoto, sedikit memerintah seraya mengacungkan tempat makan
yang berisi potongan ayam dan nasi.
Mata anjing itu berbinar, segera mendekati tuannya dengan
kecepatan seperti kereta shinkasen. “Terima kasih, Tuan muda” ujarnya, yang
dalam sepuluh menit kemudian piring tersebut sudah kosong. “Oh ya Tuan, tadi
aku bertemu Yuki (kambing hitam) di stasiun sedang memperbaiki gerbong kereta
api.
Yamamoto mengerutkan dahi, bingung dengan apa yang
dipaparkan anjingnya. Kedua matanya bergerak-gerak gelisah. “Oh Yuki kambing
berwarna putih itu, ya?. Yang sering menjadi mandor perjalanan kereta api?.
Memangnya hari ini dia bertugas jaga?. Dan, ada keperluan apa kamu sampai main
ke sana?.”
“Hanya ingin mencari udara segar, sekalian melihat
perkembangan lalu lintas pengunjung di sana.”
***
Keributan
pagi-pagi di hari Selasa, menyebabkan suasana keramaian semakin panjang. Yuki
dan Hachiko terlihat tengah beradu pendapat siapa yang lebih dulu memenangkan
duel mengambil mentimun di tengah sawah hijau, meskipun mereka belum mengetahui
siasat yang sebelumnya sudah disiapkan oleh pak tani.
“Cepat sedikit Hachiko” teriak Yuki tidak sabar. Tubuhnya
terus bergerak tanpa henti, antara gelisah dan senang, membayangkan kumpulan
timun tengah dibuat pesta bersama teman-temannya.
Suara pelan langkah pak tani tiba-tiba mengagetkan
keduanya. Jantung memompa cepat, seraya menoleh ke belakang, memperhatikan
lelaki paruh baya tersebut semakin dekat. Topi di kepalanya pun berayun-ayun
sesuai irama angin.
“Hei, sedang apa kalian!. Mau mencuri lagi, ya?” bentak
pak tani kasar, seraya aritnya diacung-acungkan ke depan, membuat Yuki dan
Hachiko dilanda kepanikan.
“Tanganku tidak bisa digerakkan” ujar Hachiko miris.
Rupanya tadi ia mencoba mengalahkan orang-orangan sawah dengan memukulnya.
Melihat kesulitan Hachiko, pak tani tertawa senang,
melemparkan senyuman bangga, “Bagaimana tipuanku?. Berhasilkah?. Tunggu aku di
situ. Sebentar lagi kalian akan kujadikan santapan makan malamku.”
Namun, Yuki telah pergi lebih dulu, menjumpai tuan muda
Yamamoto, bersamaan dengan langkah kaki pak tani yang menghampiri Hachiko.
***
Fajar ke seratus
telah menerangi stasiun hakihabara, dimana Hachiko tak letih menunggu tuan muda
Yamamoto. Kedua matanya tak henti memperhatikan suasana sekitar, berharap ada
tanda-tanda berakhir penantiannya. Sempat terselip perasaan bersalah dan
penyesalan kejadian masa lalunya, dimana kesepakatan antara tuannya dengan pak
tani yang memperbolehkan dirinya bebas dari hukuman. Namun, sebagai gantinya,
tuan muda Yamamoto diasingkan di daerah Asakusa dalam jangka waktu tak tentu.
Hal itulah yang menyebabkan kematian anjing putih yang diabadikan dalam bentuk
patung oleh masyarakat sekitar, melambangkan kesetian.
Takoyaki
Party
Ditemani semilir angin
Menikmati kebersamaan
Dalam cuaca sejuk
Ditengah hamparan sawah menghijau
Keramaian di sekitar
Memberi kedamaian dan rasa nyaman
Berkumpul, saling berfoto
Mengabadikan diri di dalam kamera
Menyimpan kenangan agar tetap abadi