Minggu, 08 September 2013



RIAK-RIAK KEHIDUPAN ATSUKI


Laut biru yang menaungi pepohonan terlihat begitu menakjubkan
Deburan ombak dan sebagian besar pengunjung terlihat menikmatinya
Perasaan kagum menyelimuti hati kami
Berhasil menaklukkan jalan berliku, menanjak dan menurun memberikan tantangan tersendiri
Berhasil menapakkan kaki di pasir kekuningan pantai sadranan
Membuat kami harus menerjang air di lautan lepas itu
Saling berlomba tiba lebih dulu
Meskipun matahari di langit menyengat dan sudah memasuki tengah hari
Tak kunjung lelah berlarian
            Tawa dan canda merambat ke segala penjuru
Sejauh sepasang mata memandang, ucapan syukur terlahir berkali-kali
            Anugerah dan pemberian Allah ini begitu indah dan syarat makna yang dalam
            Keagungan Allah memang tak terbatas jumlahnya
Duduk menikmati bekal makan siang dan saling mengobrol berhasil memecahkan keheningan yang menyeruak
“Apa usulan dan komentar dari teman-teman mengenai kegiatan yang dilakukan Atsuki selama ini?”
Salah satu pertanyaan itu menggelitik telinga kami diiringi suara saling tumpang tindih mulai terdengar secara bergilirian
Hampir semua pendapat kami sama, “Fokus pada satu kegiatan dulu sebelum melanjutkan yang lain dan harap tiba tepat waktu sesuai peraturan yang pernah dibuat”
            Permainan football berhasil menaklukkan deru angin yang bertiup dan kelelahan
            Meniru gaya pemain dalam dorama eyeshield 21, dibagi dua kubu
            Demi memperebutkan bola di tangan seseorang
            Dorongan dan tendangan tak dapat dielakkan
            Tujuan hanya satu : MENANG
Diiringi suara gitar dan lagu, kami kembali pulang dengan membawa kebahagiaan, mengingat inilah pertama kalinya komunitas Atsuki mengadakan ulang tahunnya yang ke-8 di pantai




JEJAK-JEJAK KEBERSAMAAN


Siluet foto di majalah itu telah membuat pikiranku terbang ke masa tahun 2011     
Dengan membawa kreasi origami burung bangau
Berdiri bersampingan saling melontarkan gaya di depan kamera
Usai melepaskan lelah di badan,
Kami, keluarga besar komunitas Atsuki usai menggelar acara event solidaritas untuk Jepang
Mempunyai harapan agar semangat hidup masyarakat Jepang yang terkena musibah gempa dan meletusnya reaktor nuklir segera kembali dan melancarkan kreatifitas seperti biasa
Membuat negara lain sanggup meliriknya dalam hitungan detik
Menjadi pelajaran bagi masyarakat mengenai kerja keras dan kedisiplinan
Dan, mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari
Bahwa tidak ada yang mustahil untuk dilakukan selama kekuatan dan kesungguhan itu masih membekas di tubuh
Bangkitlah Jepang dari keterpurukan ini!
Lihatlah matahari yang masih bersinar, diliputi oleh awan biru
Memanggil kita untuk bersabar dan menghadapi cobaan ini dalam keteguhan hati
Kelak, pelajaran berharga akan terbang menghampiri

Dibalik itu semua, rahasia kekuatan, doa, dukungan dan saran yang kudapatkan dari keluarga dan teman pun sangat membantu
Dan, tentu saja percaya diri penting juga untuk mengusir rasa pesimis
Berkat kepercayaan dari mereka, semangat juang semakin membakar hatiku
Kelegaan seketika mengalir begitu meninggalkan ruang “pengadilan”, mengingat telah terbebas dari jeratan berbagai pertanyaan
Masih terbayang lukisan bagaimana wajah dosen penguji tadi di benak
Mental fisik maupun psikisku diuji
Satu hal yang kusyukuri, jantungku tidak berdegup kencang akibat mengalami sindrom takut akut ketika berhadapan di depan umum, seperti yang biasa terjadi
Meskipun rasa pegal, kelelahan dan rentetan pikiran memakan tubuh dan kepalaku begitu berakhir yang pada akhirnya membuat diriku susah tidur
Kedua tanganku refleks mengambil handphone dan seketika mengalir ucapan terima kasih untuk mbak rea, mbak titiek dan pak budi purnomo yang telah membantuku selama ini di kantor pos
Tak lupa, kalimat yang sama juga kutujukan kepada Kak Li chan Ali Warkhan yang kini telah berganti nama menjadi Li chan evolution disertai dengan doa semoga dirinya sanggup berevolusi sebagai orang lebih baik lagi. Atsuki J-freak tetap berjaya dan membara seperti filosofinya sejak komunitas tersebut dibentuk dibawah penanggung jawab leadership Kak Li. Hingga kini, aku sendiri masih bingung dengan hatiku. Apakah perasaanku ini kepadanya hanya sebatas mengagumi inner beautynya atau benih-benih cinta mulai bersemi, mengingat belum pernah sekali pun aku mengalami hal seperti ini. Apa arti kagum dengan suka?. Atau apakah kehangatan dan kebahagiaan ini muncul ketika pertama kali mengenal keluarga besar Atsuki ketika berkumpul di Taman Budaya Yogyakarta. Apa mungkin dari situ awal mula aku merasa nyaman dan tanpa sadar meletakkan mereka pada posisi paling penting kedua setelah keluargaku?. Bersama mereka, aku seperti melihat kehidupan dan kenanganku ketika masih kecil yang dulu hilang, perlahan-lahan mulai hadir kembali. Dimana, aku seperti dihujamkan tatapan kebencian dan tak peduli dari orang-orang sekitar, selalu menempatkan diriku diposisi paling akhir dalam daftar antrean. Dan, bersama Atsuki, aku seperti merasa bebas melakukan hobiku, tertawa dan bercanda, saling membantu, mendukung, menghargai serta memiliki minat yang sama di dunia jejepangan. Aku pun membenarkan perkataan Yumaki dan Lasin ketika mengikuti ulang tahun mereka yang ke-7 di TBY. Sempat terharu juga sih menyaksikan sendiri bagaimana kami saling menyatukan tangan di bawah dan melemparkannya ke udara, berdoa dan iseng memberikan kue ke mulut teman. Bahkan, hingga kini, aku masih belum percaya sudah melebur ke dalam kegiatan dan menjadi bagian keluarga mereka. Padahal, niat awalku hanya iseng-iseng mencoba berkumpul untuk menghentakkan rasa penasaranku ketika tidak sengaja mendengarkan siaran Kak Li dan Kak Kira melalui radio ketika memperkenalkan komunitas Atsuki, karena jeda iklan dari lagu indonesia yang kudengarkan beberapa tahun lalu. Bagaimana sih rasanya dan kegiatan apa yang dilakukan mereka pada setiap malam Minggu?. Dan, sejak saat itu, tanpa sadar aku berubah aliran lebih memilih mendengarkan lagu Jepang dan menyukai anime, dorama maupun tokusatsu dibanding Indonesia. Yah, meskipun kecintaanku kepada Indonesia tidak luntur, dengan menyukai lagu-lagu religi. Menurutku, dibanding dengan lagu Indonesia yang biasa-biasa, dari segi lagu dan kreatifitas kurang menarik. Begitu pula dengan sinetron, aku sengaja memilih-milihnya, kecuali drama Korea. Tapi, tunggu dulu: aku tidak membenci negara kelahiranku yang bagaimana pun juga telah mengajarkan dan bertemu dengan orang-orang dan teman-temanku sejak kecil. Entah kapan kami akan dipertemukan kembali.
Di setiap sujud, doaku tak pernah pupus. Selalu meminta agar Allah mengabulkan permintaanku dengan mempertemukan aku bersama keluarga, mbah Mi, keluarga besar keluarga Atsuki, serta teman-temanku di Jayapura, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup juga guru-guruku di surga nanti, meskipun tidak di dunia. Aku tidak tahu siapa lagi yang sudah mendahuluiku “pergi” selain berita yang kuketahui selama ini.
Bulir-bulir cairan bening di kelopak mataku mengalir turun, sederas air terjun di pegunungan
Menarik diri ke belakang, bekas luka itu tetap menganga
Semakin terlihat jelas jika dibaca oleh tatapan dan hati
Bayangan itu perlahan-lahan melebur menjadi pasir halus, berjatuhan dari tangan yang belum sempat diraih
Hanya menyisakan kepedihan yang mungkin sulit diobati
Kerinduan, kasih sayang dan perhatian yang selama ini didapat dari orang-orang sekitar telah pudar sejak kepergian itu
Maruyama.
Ada seorang teman penyuka Jepang yang menerjemahkan arti namaku ini
Gunung kembar
Keningku berlipat mengetahui kalimat itu
Apakah ada gunung kembar di lautan dunia seluas ini?
Ideku seketika muncul untuk menambahi Fukuda di depan nama itu
Kelak, aku ingin suatu saat bisa menjadi orang sukses dan mencapai puncak karierku, seperti puncak pegunungan yang terbentang, dimana sebagian besar orang sering berlomba-lomba untuk menaklukkannya
Meskipun, hal itu butuh perjuangan besar, aku ingin meraihnya
Jepang juga mengajarkanku tentang semangat dan pantang menyerah dalam menggapai sesuatu
Mereka terus berjuang hingga akhir
Demi mendapatkan keberhasilan dan kesuksesan